————-
Awal Winda mengenal Johan sejak Winda kost di rumah milik kakak
perempuannya. Winda tidak begitu kenal dekat, Winda hanya menganggukkan
kepala saja saat bertemu dengannya. Diapun begitu juga pada Winda. Jadi
mereka belum pernah berkomunikasi langsung. Yah, sebagai adik pemilik
rumah tempat kostnya, Winda harus bisa menempatkan diri seakrab mungkin.
Apalagi sifatnya yang suka menyapa dan memberi senyum pada orang yang
Winda kenal. Winda tahu diri sebab Winda adalah pendatang di daerah yang
cukup jauh dari kota tempat Winda bermukim.
Begitu juga dengan latar belakang Johan Winda tidak begitu tahu.
Mulai dari statusnya, usianya juga pekerjaannya. Perkenalan mereka
terjadi di saat Winda akan pulang ke Padang.
Saat itu hari jumat sore sekitar jam 17.30. Winda tengah menunggu bis
yang akan membawanya ke Padang, maklum di depan rumah kost nya itu
adalah jalan raya Lintas Sumatera, jadi bis umum yang dari Medan sering
melewatinya. Tak seperti biasanya meskipun jam telah menunjukan pukul
17.50, bis tak kunjung juga lewat. Winda jadi gelisah karena biasanya
bis ke Padang amatlah banyak. Jika tidak mendapat yang langsung ke
Padang, Winda transit dulu di Bukittinggi, dan naik travel dari
Bukittinggi.
Kegelisahannya saat menunggu itu di lihat oleh ibu pemilik kost
Winda. Ia lalu memanggil Winda dan mengatakan bahwa adiknya Johan juga
mau ke Padang untuk membawa muatan yang akan di bongkar di Padang.
Dengan sedikit basa basi Winda berusaha menolak tawarannya itu, namun
mengingat Winda harus pulang dan bertemu suami dan anaknya, maka tawaran
itu Winda terima. Yah, lalu Winda naik truknya itu menuju Padang.
Selama perjalanan Winda berusaha untuk bersikap sopan dan akrab
dengan lelaki adik pemilik kostnya itu yang akhirnya Winda ketahui
bernama Johan. Usianya saat itu sekitar 45 tahun. Lalu mereka terlibat
obrolan yang mulai akrab, saling bercerita mulai dari pekerjaan Winda
juga pekerjaan Johan sebagai seorang sopir truk antar daerah. Iapun
bercerita tentang pengalamannya mengunjungi berbagai daerah di pulau
Sumatera dan Jawa. Winda mendengarkannya dengan baik. Dia bercerita
tentang suka duka sebagai sopir, juga tentang stigma orang-orang tentang
sifat sopir yang sering beristri di setiap daerah. Windapun memberikan
tanggapan seadanya, dapat dimaklumi karena Winda yang di besarkan dalam
keluarga pegawai negeri tidak begitu tahu kehidupan sopir.
Windapun bercerita juga tentang pekerjaannya di bidang perbankan dan
suka dukanya. Iapun sempat memuji Winda yang mau di tempatkan di luar
daerah, dan rela meninggalkan keluarga di kota Padang. Ya Winda tentunya
memberikan alasan yang bisa diterima dan masuk akal.
Winda juga memujinya tentang ketekunannya berkerja mencari sesuap
nasi dan tidak mau menggantungkan hidup kepada keluarga kakaknya yang
juga termasuk berada. Iapun berkata bahwa truk yang ia sopiri itu milik
kakaknya itu, setelah ia dan suaminya pensiun dari guru. Sedangkan
anak-anak kakaknya itu sudah bekeluarga semua, juga bekerja di beberapa
kota di Sumatera juga Jakarta.
Selama perjalanan itu mereka semakin akrab. Winda sempat bertanya
tentang keluarga Johan. Ia tampak sedih, menurutnya sang istri minta
cerai dengan membawa serta 2 orang anaknya .Istrinya meminta cerai
karena ada hasutan dari keluarganya bahwa seorang sopir suka
menelantarkan keluarga. dan Johan memberi tahu dirinya sebab musabab ia
bercerai dengan lengkap. Padahal bagi Winda saat itu, hal itu tidaklah
begitu penting, namun sebagai lawan bicara yang baik selama di
perjalanan lebih baik mendengarkan saja. Hingga akhirnya Winda sampai di
dekat rumahnya di Padang.
Winda di jemput suaminya di perempatan jalan by pass itu, Winda sempat mengenalkan Johan pada suami dan suaminya, dan mengucapkan terima kasih atas bantuannya. Tak lupa Winda menawarkan singgah untuk makan kerumahnya, namun Johan dengan sopan menolaknya dengan alasan barang muatan truknya harus di bongkar secepatnya. Dan mereka pun berpisah di perempatan by pass itu.
Winda di jemput suaminya di perempatan jalan by pass itu, Winda sempat mengenalkan Johan pada suami dan suaminya, dan mengucapkan terima kasih atas bantuannya. Tak lupa Winda menawarkan singgah untuk makan kerumahnya, namun Johan dengan sopan menolaknya dengan alasan barang muatan truknya harus di bongkar secepatnya. Dan mereka pun berpisah di perempatan by pass itu.
Semenjak Winda mengenal Johan, Winda akhirnya sering menumpang
truknya ke Padang. Winda jadi tidak kuatir lagi jika tidak ada bis umum
yang akan ke membawanya ke Padang. Sejauh itu, keakraban Winda dan
Johan, mereka masih dalam batas – batas yang di tentukan norma
masyarakat Minang. Ya kadang dalam perjalanan jika perut lapar, mereka
singgah untuk makan dan Winda selalu berusaha untuk membayar, sebab
sebagai seorang wanita selalu ada perasaan tidak enak, jika semuanya
menjadi tanggungannya. Winda tidak mau terlalu banyak berhutang budi
pada orang. Itulah prinsip yang dianutnya dari kecil. Masa selama ke
Padang udah gratis ,makan gratis pula??
Kejadian pulang ke Padang seolah telah biasa bagi Winda bersama
Johan. Kadang dia tidak ke Padang, hanya ke Bukittinggi, Winda juga ikut
menumpang, lalu dari Bukittinggi Winda naik travel atau bis. Winda pun
akhirnya telah menganggap Johan seperti kakaknya sendiri. Itu karena ia
sering memberinya petuah tentang hidup, misalnya harus banyak sabar jika
jadi istri, juga sikapku yang baik dimata ibu kost kakaknya itu.
Terkadang Winda sering membawakan oleh-oleh untukt ibu kostnya jika
pulang, terkadang Winda menyisihkan buat Johan, ya meski harganya tidak
seberapa namun ia amat senang.
Selama 2 bulan itu Winda selalu bersama Johan jika ke Padang.
Mulailah Johan bersikap aneh. Kini dia jadi sering bicara jorok dan
tabu. Juga ia mulai berani bertanya tentang gimana Winda berhubungan
dengan suami, berapa lama suaminya bisa bertahan dan berapa kali Winda
berhubungan selama seminggu.Pertanyaan-pertanyaannya ini tentu saja
membuatnya merasa risih dan tidak enak hati. Winda kadang berusaha untuk
pura-tidur tidur jika ia mulai berbicara tentang hal-hal yang tidak
pantas itu. Meskipun ia mulai aneh dan bicara tentang hal-hal yang cabul
itu. Winda bersyukur hingga saat ini Johan tidak macam macam kepadanya.
Winda menyadari mungkin Johan sedang stress akibat hidupnya yang
sendiri itu, namun Winda tidak menanggapinya, dan seperti angin lalu
saja.
Hingga sampailah saat Winda pulang dengannya untuk kesekian kali, ia
berusaha memegang jemari tangannya. Winda tentu saja kaget dan cemas,
sekaligus takut. Winda langsung menarik tangannya dari genggaman Johan.
“Da jaan da, Winda alah balaki dan punyo anak ketek, apo uda ndak ibo membuek Winda kecewa
(bang jangan bang,,,,Winda punya suami dan anak yang masih kecil,,apa
abang tega membuat Winda kecewa)?” ucap Winda. Winda juga mengancam akan
mengadukan perlakuannya itu kepada kakaknya. Johanpun lantas melepaskan
tangannya yang akan kembali meraih jemarinya. Winda juga berkatag
padanya.
“Cukuik sampai disiko sajo da, Winda indak ka manumpang oto uda lai ( Winda tidak akan menumpang truk abang lagi)”. Hingga Winda sampai di Padang Winda hanya berucap terima kasih lalu diam. Winda masih kesal.Diapun sepertinya agak takut. Namun Winda tidak tahu apa yang membuatnya jadi seperti tadi.
“Cukuik sampai disiko sajo da, Winda indak ka manumpang oto uda lai ( Winda tidak akan menumpang truk abang lagi)”. Hingga Winda sampai di Padang Winda hanya berucap terima kasih lalu diam. Winda masih kesal.Diapun sepertinya agak takut. Namun Winda tidak tahu apa yang membuatnya jadi seperti tadi.
Hampir selama sebulan ini Winda tidak melihat Johan di rumah
kakaknya, namun truknya masih nongkrong di halaman samping rumah induk
itu. Selama itu Winda pulang naik bis yang kadang transit di
Bukittinggi. Winda tidak tahu kemana ia pergi, namun Winda menanyakan
pada ibu kosnya, dan Winda di beri tahu bahwa Johan sedang mengunjungi
mantan istrinya untuk menjenguk anaknya. Windapun larut dengan
rutinitasnya seperti biasa.
Namun hatinya yang tadinya kesal, dongkol dan marah kepada Johan
tanpa sadari Winda perasaannya mulai berubah. Tiba – tiba saja Winda
malah sangat ingin bertemu dan ingin numpang pulang dengan truknya. Ya,
Winda seakan rindu berat.
Hari jumat sore itu dengan masih mengenakan pakaian kerja dan penutup
kepala, Windapun mau saja diajak pulang bareng dengan Johan yang
mengantarkan muatan truknya ke Padang. Mereka berangkat jam setengah
lima. Lalu dalam perjalanan lelaki berbadan tegap tersebut kembali
bicara itu, tentangg hubungan laki-laki dan perempuan serta sifat
perempuan yang memiliki libido tersembunyi. Juga kekuatannya berhubungan
badan dengan lawan jenis. Winda malah mendengar dengan seksama dan
sesekali memberi komentar. Mungkin saja karena lama tidak tersalur atau
laki – laki itu punya kemampuan lebih dalam hubungan badan, juga mungkin
bantuan obat pemanbah perkasaant pria, komentar Winda. Sepertinya
wanita muda tersebut tidak peduli lagi akan omongan joroknya Johan.
Hingga senja. Sekitar jam 7 lewat mereka turun mampir di rumah makan
di pinggiran jalan di Bukittinggi untuk beristirahat sejenak sambil
mengisi perut. Anehnya saat itu Winda membiarkan saja saat tangannya di
gandeng oleh Johan. Mereka makan dengan lahapnya. Dan setelah makan
mereka berkemas dan berangkat untuk melanjutkan perjalanan menuju Padang
Mobil mulai jalan meninggalkan rumah makan. Pas melalui daerah Bukit
Ambacang daerah yang dulunya tempat pacuan kuda itu mungkin karena perut
udah kenyang, dan dinginnya udara malam yang berembus dari celah kaca
mobil, Winda jadi mengantuk. Winda menyandarkan kepalanya ke kaca
jendela mobil, tetapi karena jalan yang tidak rata, kepala Winda sering
terantuk. Lalu Johan menawarkan, supaya Winda tidak terantuk kaca agar
Winda mendekat kearahnya, dan bersandar di bahunya.
“Win…daripado adiek ndak bisa lalok, labiah elok cubo sanda an kapalo di bahu uda (Winda daripada ga bisa tidur , lebih baik rebahkan kepalamu di bahu abang)” kata Johan.
“Ndak usahlah da, kan uda sadang manyopir, beko malah mambuek uda ndak bisa manyopir elok – elok, apolagi iko kan lah malam (nggak usahlah bang,,kan abang sedang nyetir, nanti malah bikin abang tidak bisa nyetir dengan baik.apalagi ini malam bang)” kata Winda menolak dengan halus dan tidak mau mendekat padahal saat itu Winda telah ngantuk berat.
“Ndak usahlah da, kan uda sadang manyopir, beko malah mambuek uda ndak bisa manyopir elok – elok, apolagi iko kan lah malam (nggak usahlah bang,,kan abang sedang nyetir, nanti malah bikin abang tidak bisa nyetir dengan baik.apalagi ini malam bang)” kata Winda menolak dengan halus dan tidak mau mendekat padahal saat itu Winda telah ngantuk berat.
Dengan sebelah tangannya Johan meraih tangan wanita muda itu dan
menariknya agar mendekat, dan makin mendekat hingga duduk mereka menjadi
menempel bersisian dan hanya di batasi handel persneling mobil. Winda
akhirnya menurut dan merebahkan kepalanya di bahunya lelaki tersebut.
Winda terlelap sesaat. Padahal hati kecil Winda saat itu berbisik bahwa
itu salah besar, dan Winda mengetahui itu amat sangat tidak boleh. Namun
Winda juga merasakan dorongan yang jauh lebih besar untuk membiarkan
itu terjadi.
Saat terpejam dan dalam keadaan setengah tertidur itu tanpa Winda
menyadari, tiba – tiba sebuah kecupan menerpa pipi dan bibirnyanya.
Wanita muda itu kaget dan langsung bereaksi. Langsung ia menolakkan muka
Johan dengan tangannya. Johan pun menghentikan kecupannya meskipun
tangan kirinya masih merangkul bahu Winda agar tetap rapat menempel pada
dirinya. Winda berusaha melepaskan tangan Johan pada bahu kirinya dan
mengingatkan agar ia konsentrasi ke jalan.
“Da sadarlah da, iko kan di jalan raya bisa cilako beko, caliak tu mobil lain kancang – kancang
(Bang sadar bang ini jalan raya bisa kecelakaan, mobil lain pada ngebut
tuh)” kata Winda mengingatkan. Johan pun menurut dan kembali
berkosentrasi mengemudikan truknya..
Tak lama kemudian saat truknya berjalan perlahan karena macet di
daerah Padangpanjang, saat Winda yang masih merebahkan kepalanya pada
bahu Johan, terkejut karena tiba – tiba saja karena bibir berkumis Johan
menghampiri bibir tipisnya dan mengecupnya sekilas. Winda langsung
terbangun dan duduk kembali menjauh dari bahunya. Perasaannya sangat
dongkol tidak bisa berkata – kata apalagi berbuat kasar
” Eh da Johan ko ndak mangarati juo, Winda mintak jaan di ulangi, badoso da, apo kato urang beko kalau mancaliak tadi
(Eh bang Johan ini tidak juga ngerti, Winda mohon jgn di ulang lagi
ini, dosa bang apa nanti kata org jika lihat kita saat itu tadi)?”.
Namun, Johan sang sopir dia tetap santai-santai saja, seakan – akan
Winda mengizinkan Johan berlaku demikian
” Abihnyo Winda mambuek uda galigaman (habis Winda bikin abang gemas)” jawabnya sambil meminta maaf.
” Abihnyo Winda mambuek uda galigaman (habis Winda bikin abang gemas)” jawabnya sambil meminta maaf.
Kembali wanita muda tersebut diam membisu selama perjalanan, tidak
menggubris apapun yang Johan katakanKembali tangan kiri Johan meraih
bahu Winda untuk mrengkuhnya agar kembali rebah pada bahunya. Selama
perjalanan itu Johan tidak lagi menciumi Winda, hanya meremas remas jari
lentiknya dan mengecupi kepalanya yang masih mengenakan penutup kepala.
Rasa hangat dan nyaman menghampiri perasaan Winda saat itu.
Hingga…
Saat truk mereka memasuki wilayah jalan by pass yang gelap itu dekat simpang bandara yang baru sekarang ini, lelaki itu melambatkan laju truknya dan kembali menciumi dan melumat bibir wanita muda itu. Hanya saja herannya Winda malah membiarkannya saja. Jujur diakuinya ada desir – desir gairahnya yang mulai bangkit. Lalu Johan menghentikan truknya di tengah jalan dan kembali… menciumi, melumat bibir sebelah bawah milik Winda kembali dengan lebih bergairah. Tangan kanannya mulai naik meraba menemukan bukit padat yang membusung terbungkus di dada wanita muda tersebut . Meremasnya perlahan. Winda diam, matanya terpejam dan menikmati betapa gairahnya yang telah terbit kembali meluap. Dalam keasyikan mereka tersebut.
Saat truk mereka memasuki wilayah jalan by pass yang gelap itu dekat simpang bandara yang baru sekarang ini, lelaki itu melambatkan laju truknya dan kembali menciumi dan melumat bibir wanita muda itu. Hanya saja herannya Winda malah membiarkannya saja. Jujur diakuinya ada desir – desir gairahnya yang mulai bangkit. Lalu Johan menghentikan truknya di tengah jalan dan kembali… menciumi, melumat bibir sebelah bawah milik Winda kembali dengan lebih bergairah. Tangan kanannya mulai naik meraba menemukan bukit padat yang membusung terbungkus di dada wanita muda tersebut . Meremasnya perlahan. Winda diam, matanya terpejam dan menikmati betapa gairahnya yang telah terbit kembali meluap. Dalam keasyikan mereka tersebut.
Tiba – tiba…
Ada cahaya dari lampu mobil dari arah berlawanan menyorot kepada mereka. Dan langsung Johan menghentikan aksinya, lalu kembali pada posisinya menjalankan mobil tersebut hingga rumah wanita muda tersebut. Sesampainya di rumah, Winda masih saja terbayang akan perlakuan Johan pada dirinya. Untunglah saat itu suaminya sedang berada di Jakarta dan takkan mengetahui perubahan sikapnya tersebut. Hingga pada waktu tidur pada malam itu Winda bermimpi melakukan hal yang sama hingga ia disetubuhi oleh Johan. Dalam mimpinya ia merasa amat puas, puas yang berbeda sekali saat ia melakukan dengan suaminya.
Ada cahaya dari lampu mobil dari arah berlawanan menyorot kepada mereka. Dan langsung Johan menghentikan aksinya, lalu kembali pada posisinya menjalankan mobil tersebut hingga rumah wanita muda tersebut. Sesampainya di rumah, Winda masih saja terbayang akan perlakuan Johan pada dirinya. Untunglah saat itu suaminya sedang berada di Jakarta dan takkan mengetahui perubahan sikapnya tersebut. Hingga pada waktu tidur pada malam itu Winda bermimpi melakukan hal yang sama hingga ia disetubuhi oleh Johan. Dalam mimpinya ia merasa amat puas, puas yang berbeda sekali saat ia melakukan dengan suaminya.
Kembali kini Winda ke Pasaman, dan bekerja seperti biasanya. Telah 3
minggu ini ia tak bertemu Johan. Kata kakaknya Johan sedang ada muatan
ke Pematang Siantar. Winda sangat berharap untuk bertemu. Dirinya
dilanda rindu yang sangat merajam perasaannya. Winda seolah – olah
menjadi seorang remaja putri yang amat rindu pada kekasih saat itu.
Membuat pikirannya hanya tertuju pada Johan seorang.
Beberapa minggu kemudian mereka bertemu dan kembali berangkat bersama
saat Winda hendak pulang ke Padang. Saat di perjalanan Johan minta
Winda untuk melepas kacamata Winda. Winda heran kenapa dia meminta Winda
melepaskan kacamata?
“Uda taragak mancaliak mato diek Win indak mamakai kacomato (Abang
ingin melihat mata Dik Win tidak mengenakan kaca mata) .” kata Johan.
Windapun menurut lantas melepas dan menyimpannya dalam kotak dan
kemudian memasukan dalam tas miliknya. Sepanjang perjalanan itu Winda
tidak mengenakan kacamata. Kembali tangan kiri Johan merengkuh bahu
Winda, menariknya agar duduk berdekatan. Winda yang tidak ngantuk
bergeser mendekati dan karena merasa tidak enak dengan hawa kaki lelaki
itu dari bawah dashbord dekat stirnya itu kemudian menegakkan kepalanya
dan tidak rebah dibahu Johan.
Dan kembali dalam perjalanan menuju Padangpanjang Johan meminta Winda melepas penutup kepalanya
” Win uda taragak mancaliak rambuik Winda, salamo iko uda alun
pernah mancaliaknyo, sabanta sajonyo, kan hanyo diateh oto iko, ndak ado
do nan ka maliek (Win..abang ingin melihat rambut Winda…selama ini
abang belum pernah lihat.sebentar aja Win, kan hanya di atas truk ini,
tidak ada yang akan lihat)” katanya. dengan alasannya ia sudah sangat
lama ingin melihat rambutku.
“Jaan daa, Winda alah barumahtanggo.. punyo anak.. Winda taragak manjadi ibu jo istri nan elok.., sabab uda beko bisa barubah pangana.., Winda kuatie da (jangan lah bang,Winda sudah berkeluarga,juga punya anak, jadi Winda ingin, jadi ibu dan istri yang baik, sebab jika Win buka kerudung, nanti,abang bisa berubah pikiran, Winda kuatir bang)”. Winda merasa keberatan, sebab merasa amat telanjang jika kerudungnya lepas.
“Alaa, Diek Winda jaan takuik ka uda, uda kan indak jaek, apolagi uda sayang bana ka Winda, walaupun alah punyo laki jo anak (Ala..Dik Winda jangan takut ama abang, abang kan bukan orang jahat, apalagi abang amat sayang pada Winda,meski abang tau Winda sudah punya suami dan anak)” kata Namun Johan menyakinkan. Winda bahwa ini hanya sebentar. Lalu Windapun meluluskan permintaannya. Penutup kepalanya dilepas dan di taruh, di pangkuannya sendiri.
“Jaan daa, Winda alah barumahtanggo.. punyo anak.. Winda taragak manjadi ibu jo istri nan elok.., sabab uda beko bisa barubah pangana.., Winda kuatie da (jangan lah bang,Winda sudah berkeluarga,juga punya anak, jadi Winda ingin, jadi ibu dan istri yang baik, sebab jika Win buka kerudung, nanti,abang bisa berubah pikiran, Winda kuatir bang)”. Winda merasa keberatan, sebab merasa amat telanjang jika kerudungnya lepas.
“Alaa, Diek Winda jaan takuik ka uda, uda kan indak jaek, apolagi uda sayang bana ka Winda, walaupun alah punyo laki jo anak (Ala..Dik Winda jangan takut ama abang, abang kan bukan orang jahat, apalagi abang amat sayang pada Winda,meski abang tau Winda sudah punya suami dan anak)” kata Namun Johan menyakinkan. Winda bahwa ini hanya sebentar. Lalu Windapun meluluskan permintaannya. Penutup kepalanya dilepas dan di taruh, di pangkuannya sendiri.
Tangan kiri Johan naik dan membelai rambut Winda, dari atas lalu turun ke tengkuknya yang di tumbuhi rambut halus.
“Uda suko mancaliak bulu roma di kuduak diek Win (abang suka melihat rambut halus di tengkuk dik Win) ” ujar Johan.
“Harum bana (sangat wangi)” lanjut lelaki tersebut seraya menarik leher wanita muda itu mendekat kearah wajahnya. Dan mencium tengkuk berbulu halus itu. Winda merasa geli dan merinding, sebab gairahnya mulai terpicu. Lalu ia merebahkan kepala Winda di bahunya di sepanjang jalan yang macet, pada penurunan Lembah Anai tersebut. Sesekali ia meraba pipi wanita muda tersebut
“Pipi diek Win aluih jo barasiah (Pipi dik Win halus dan bersih)” tambah Johan. Winda diam saja.
“Biasalah laki – laki, suka menyanjung. Seperti biasa dilakukan suamiku sebelum menciumi aku” batin Winda.
“Harum bana (sangat wangi)” lanjut lelaki tersebut seraya menarik leher wanita muda itu mendekat kearah wajahnya. Dan mencium tengkuk berbulu halus itu. Winda merasa geli dan merinding, sebab gairahnya mulai terpicu. Lalu ia merebahkan kepala Winda di bahunya di sepanjang jalan yang macet, pada penurunan Lembah Anai tersebut. Sesekali ia meraba pipi wanita muda tersebut
“Pipi diek Win aluih jo barasiah (Pipi dik Win halus dan bersih)” tambah Johan. Winda diam saja.
“Biasalah laki – laki, suka menyanjung. Seperti biasa dilakukan suamiku sebelum menciumi aku” batin Winda.
Winda pun lalu berusaha memicingkan matanya. Namun saat laju mobilnya
terhenti karena macet Johan mencoba menciumi pipi kirinya terus turun
hingga menemukan bibir tipis yang tersaput merah dan mengecupnya sesaat.
Winda berusaha mengatupkan bibirnya namun tangan kanan Johan berusaha
masuk kedalam kaos panjang lengan putih bergaris pakaian atasnya itu
melalui bawah kaos. Tangan lelaki itu menyentuh pembungkus dadanya yang
membusung. Winda memejamkan matanya
“Uhhh…’desah wanita muda itu perlahan. Sehingga Winda tidak dapat
berbuat apa apa selain hanya menikmati dan larut karena tangan kanannya
saat itu masih memegang penutup kapalanya di pangkuan. Beberapa saat
kemudian Johan menarik tangannya dan kembali melajukan truknya menuju
arah Sicincin saat macet telah berakhir.
Saat di jalan Sicincin itu mobil saat itu berjalan perlahan karena
macet, meski tangan kirinya di stir Johan dengan tangan kanannya
merengkuh wajah Winda, dan tiba – tiba saja bibir wanita muda tersebut
di lumatnya. Winda langsung saja terpana dan kaget, mukanya memerah.
Namun Winda tidak bisa marah karena rasa nikmat yang mulai timbul ..
Akhirnya Johan melepaskan bibir merah milik Winda. Namun tangan kiri
Johan kini meremas jari lentiknya. Sehabis jari wanita muda itu di
remasnya, tangannya mulai merayap masuk ke dalam melalui belahan atas
kaos kaos panjang lengan yang bergaris putih yang saat itu ia kenakan
berpadu dengan celana panjang. Winda sadar dan menahan laju tangan
tersebut dengan tangan kirinya. Saat itu baru bagian perutnya yang
tersentuh oleh tangan Johan. Terasa hangat dan kasar. Tangan Johan lalu
keluar dan dia kembali asyik dengan stir.
Saat memasuki jalan by pass…
Jalanan gelap sekali hanya beberapa tempat saja yang di terangi lampu jalan, Johan menepi dan menghentikan truknya di pinggir jalan.
Jalanan gelap sekali hanya beberapa tempat saja yang di terangi lampu jalan, Johan menepi dan menghentikan truknya di pinggir jalan.
“Ko baranti da (kenapa berhenti bang)?” tanya Winda bingung.
Johan diam saja tak menjawab, dan kembali merengkuh bahu wanita muda tersebut. Menariknya mendekat kearahnya. Dan diatas mitsubishi colt berwarna kuning tersebut bibir Winda kembali dikecupnya. Tidak saja di kecupnya, kuluman dan lumatan juga dilakukan Johan pada bibir lembut wanita cantik tersebut. Mengelitiki setiap ujung bibir tipis tersebut dengan tekun. Sedikit demi sedikit gairah dalam tubuh wanita muda tersebut bangkit. Winda membalas setiap lumatan bibir Johan, membuka mulutnya memberikan keleluasaan pada lidah Johan untuk menikmati kebasahan di dalamnya. Lidah mereka saling berpilin, membelit di dalam. Tangan kanan Johan merayap masuk kedalam kaos panjangnya melalui bagian bawahnya, bergerak naik keatas menemukan bukit membusung padat di sebelah kanan lalun meremas dan memijit bukit padat milik Winda tersebut dari luar bahan pembungkusnya. Wanita muda tersebut seolah tak mampu menolaknya. Winda berusaha melepaskan tangan Johan, namun keinginannya di kalahkan oleh hasratnya yang telah terpicu. Dirasakannya begitu hangat dan cekatan tangan lelaki itu mengirimkan berjuta-juta sengatan birahi disana. Tubuh indahnya mulai menggeliat – geliat dalam dekapan Johan di dera nikmat pada sekujur pori – porinya. Selang sekitar 25 menit kemudian Johan menghentikan perbuatannya.
Johan diam saja tak menjawab, dan kembali merengkuh bahu wanita muda tersebut. Menariknya mendekat kearahnya. Dan diatas mitsubishi colt berwarna kuning tersebut bibir Winda kembali dikecupnya. Tidak saja di kecupnya, kuluman dan lumatan juga dilakukan Johan pada bibir lembut wanita cantik tersebut. Mengelitiki setiap ujung bibir tipis tersebut dengan tekun. Sedikit demi sedikit gairah dalam tubuh wanita muda tersebut bangkit. Winda membalas setiap lumatan bibir Johan, membuka mulutnya memberikan keleluasaan pada lidah Johan untuk menikmati kebasahan di dalamnya. Lidah mereka saling berpilin, membelit di dalam. Tangan kanan Johan merayap masuk kedalam kaos panjangnya melalui bagian bawahnya, bergerak naik keatas menemukan bukit membusung padat di sebelah kanan lalun meremas dan memijit bukit padat milik Winda tersebut dari luar bahan pembungkusnya. Wanita muda tersebut seolah tak mampu menolaknya. Winda berusaha melepaskan tangan Johan, namun keinginannya di kalahkan oleh hasratnya yang telah terpicu. Dirasakannya begitu hangat dan cekatan tangan lelaki itu mengirimkan berjuta-juta sengatan birahi disana. Tubuh indahnya mulai menggeliat – geliat dalam dekapan Johan di dera nikmat pada sekujur pori – porinya. Selang sekitar 25 menit kemudian Johan menghentikan perbuatannya.
“Indak usahlah disiko, daerah iko agak angek, acok tajadi parampehan (Jangan disini, daerahnya rawan sering terjadi perampasan)” ujarnya kuatir kemudian.
Winda diam, membenahi pakaiannya mulai dari kaos dan penutup
kepalanya, juga membenahi napasnya yang sempat memburu disertai
gairahnya yang sempat meninggi. Lagi pula persimpangan arah ke rumahnya
telah dekat. Mobil Mitsubishi kuning itu pun kembali bergerak. Winda
terdiam selama perjalanan menuju persimpangan rumahnya. Ada penyesalan
dalam dirinya saat itu bisa terlibat sejauh itu, namun seakan
terhapuskan rasa yang timbul akibat perlakuan lelaki tersebut pada
dirinya. Begitu sesampainya Winda di rumahnya sekitar pukul setengah
sepuluh malam itu Winda langsung mandi. Ternyata suaminya masih berada
di kampus.
Malam itu Winda sempat bersetubuh dengan suaminya Winda heran malam
itu ia kurang bergairah seolah hanya terpaksa menjalankan kewajiban
saja.
“Alah lamo awak indak bahubuangan diak (sudah lama kita
tidak berhubungan dik)” kata suaminya. Winda merasa berhutang pada
suaminya karena memang dalam minggu ini mereka belum pernah berhubungan
badan. Dengan enggan Windapun menuruti keinginan suaminya. Di ranjang
mereka malam itu ditengah kesibukan suaminya mengayuh biduk asmara
mereka, tiba-tiba datang sekelebat bayangan berupa sosok Johan .Langsung
gairah dan nafsunya mereda. Winda langsung kehilangan gairah di tengah
pergumulan mereka, namun demi menjalankan tugasnya sebagai istri, maka
Winda berpura-pura menikmati hubungan itu hingga selesai.
Aktifitas Winda kembali seperti biasa hingga ia kembali ke Pasaman, daerah tempat bekerjanya. Dan bekerja seperti biasanya.
Hari itu hari Selasa. Saat ia pulang ke kost-anya. Didapatinya rumah
dalam keadaan kosong. Rupanya sang ibu kost beserta suaminya berangkat
ke Palembang mengunjungi salah seorang anaknya di sana. Dan praktis
hanya Winda yang berada di rumah itu. Johan dan juga tak kelihatan.
Besoknya pada hari rabu Johan muncul namun tidak dengan truknya.
“Oto sadang di pelo-an di bengke (truk sedang diperbaiki di
bengkel) ” ujarnya Johan menerangkan pada Winda saat menanyakan truknya.
Malam itu Johan mengajak Winda.
“Win ..alah makan Win (Win udah makan Win)?”tanya Johan.
“Alun lai da (Belum bang)” sahut Winda.
“Kalua awak makan lah, ado tampek nan rancak untuk makan daerahnyo dingin jo tanang (Ayo kita makan keluar, ada tempat makan yang bagus, daerahnya dingin dan sepi) terang Johan mengajak wanita muda tersebut.
“Ndak baa do da (Boleh bang)” sahut Winda.
“Tapi jan lamo – lamo yo da (Tapi ga lama kan bang)?” sambung Winda kembali.
“Alun lai da (Belum bang)” sahut Winda.
“Kalua awak makan lah, ado tampek nan rancak untuk makan daerahnyo dingin jo tanang (Ayo kita makan keluar, ada tempat makan yang bagus, daerahnya dingin dan sepi) terang Johan mengajak wanita muda tersebut.
“Ndak baa do da (Boleh bang)” sahut Winda.
“Tapi jan lamo – lamo yo da (Tapi ga lama kan bang)?” sambung Winda kembali.
Lalu Windapun masuk ke kamarnya dan berganti pakaian. Mengenakan kaos
panjang lengan berwarna merah muda dan jaket serta bawahan celana
panjang berbahan katun hitam kemudian berangkat bersamanya. Kebetulan
ada mobil kakaknya yang ditinggal. Sebuah toyota starlet berwarna merah.
Mereka berangkat sekitar jam 7 malam itu. Tempat yang mereka tuju
terletak agak jauh arah ke Medan tetapi masih di wilayah Lubuk Sikaping
sekitar 1 jam perjalanan dari ibukota kabupaten tempat tinggalnya. Saat
itu Johan mengenakan kaos oblongnya dan jeans biru
Mereka makan di sebuah warung makan yang terbuat dari anyaman bambu
menyerupai saung yang dinding setinggi tertutup setinggi bahu orang
dewasa. Mereka makan ikan bakar dan duduk secara lesehan. Winda berada
pada sisi kanannya Johan. Memang tempatnya amat romantis, apalagi saung
itu lampunya redup dan bunyi jangkrik, meningkahi suasana makan mereka.
Mereka makan, berbincang, bercanda dan sesekali saling menyuapi. Setelah
makan mereka duduk bersantai.
Mereka mulai saling berciuman, saling berpelukan erat. Winda terlena
oleh suasana. Winda rebah di pangkuan pada paha kirinya Johan.
Winda memegang lengan Johan. Wajah mereka saling tatap dalam
senyuman. Perlahan Johan membelai wajah wanita muda tersebut. Merabai
kehalusan kulitnya. Wajahnya menunduk turun mendekati wajah Winda. Winda
merasakan jantungnya berdegup kencang Johan mengecup kepala Winda yang
masih tertutup, turun kekeningnya terus ke pipi yang licin dan bergerak
naik menjumpai sepasang bibir lembut yang memerah. Di kecupnya perlahan.
Winda memejamkan matanya saat bibir berkumis lelaki itu mulai melumat
bibir tipisnya. Awalnya Winda hanya diam namun akhirnya Winda mulai
menerima dan bereaksi dan ikut arus lumatannya. Ada hawa kuat yang
menggiringnya untuk mengikuti alunan gairah yang diberikan Johan.
Lidah mereka telah saling belit dalam kebasahan mulut Winda.
Sedangkan tangan kiri Johan telah mulai merayap. Awalnya mengelus leher
bagian dalam terus turun masuknya lewat lobang krah ke arah dada dan
masuk kebalik bra dan meremasputing bukit padatnya yang membulat dengan
perlahan. Rabaan tangan kanan Johan merayap di sepanjang batang paha
Winda mengelusnya bergantian paha kiri dan kanan tak terlewatkan meski
kedua kaki Winda tetap rapat. Menurun pada bagian dalamnya dan
mengelusnya dengan lembut. Lecutan gairah segera meletup dalam diri
Winda. Napasnya mulai memburu, tersengal -sengal.
Kurang lebih 1 jam kemudian baru mereka pulang ke rumah. Saat di
mobil kejadian itu terjadi lagi pada perjalanan pulang sekitar 5 menit.
Mobil starlet merah itu sengaja di hentikan Johan. Didalam mobil itu
masih di kursi depan Johan kembali meraba dengan tangan kirinya. wajah
dan terus ke dada Winda yang saat itu masih terbungkus kaos panjangnya.
Johan pun melumat bibir tipisnya. Winda hanya bisa diam meski lidah
Johan dengan leluasa telah mengait – ngait lidahnya dalam mulutnya… agak
lama…. sebelah tangan Johan lalu berusaha masuk kedalam celana panjang
katun yang Winda kenakan, tangan kiri itu menyelinap masuk dan mulai
menyentuh bagian kewanitaannya diluar pakaian dalamnya Winda seperti
tersengat… geli. namun Winda menariknya kembali tangan tersebut beraksi
beberapa saat.
“Jaan lah da… ,Winda alah punyo laki jo anak (jangan bang Winda udah mempunyai suami dan anak)” ujar Winda lirih.
“Winda malu…”tambah Winda mencoba menahan keinginan Johan saat itu disela -sela napsunya yang telah bangkit hampir membakar dirinya.
“Winda malu…”tambah Winda mencoba menahan keinginan Johan saat itu disela -sela napsunya yang telah bangkit hampir membakar dirinya.
Johanpun menurut dan kembali menghidupkan mesin mobil berangkat
menuju rumah. Dan begitu sampai mereka langsung masuk rumah. Winda masuk
kerumah pavilunnya dan terus masuk ke dalam kamar. Sedangkan Johan
pergi lagi, ada urusan katanya. Padahal saat itu Winda sudah sangat
terangsang, batinnya menuntut pelepasan dan kalaupun dia datang
menemuinya kembali untuk menuntaskan apa yang mereka telah mulai… Winda
pun takkan kuasa menolak rasanya. Tetapi tampaknya Johan memang tengah
berusaha memancingnya. Paginya Windapun kembali menjalankan aktifitasnya
di kantor seperti biasanya
Malamnya, malam Jumat itu mereka kembali makan malam bersama diluar
namun tidak di tempat kemaren malam itu. Denag arah yang sama ke arah
Medan, tapi berbelok kekanan. Suasana tempatnya seperti umumnya
restoran, ada beberapa orang singgah untuk makan. Tempatnya juga tidak
begitu ramai. Winda maklum Johan mengajaknya ke luar dari kota itu agar
mereka tidak di pergoki oleh temannya ataupun teman sekantornya Winda.
mereka hanya makan saja, kemesraan mereka tidak seperti kemaren malam.
Malam ini mereka hanya saling berpegangan tangan saja. Dan setelah itu
mereka langsung pulang.
Sampai di rumah sekitar jam 21.00 WIB.
Winda masuk langsung masuk ke paviliun kamarnya, sedangkan Johan
masuk ke dalam rumah kakaknya. Saat Winda telah bersalin pakaian dengan,
mengenakan kemeja tidur yang panjang berwarna merah muda dan setelannya
berupa celana panjang bercorak sama. Tapi tak lama kemudian terdengar
ketukan di pintu pavilunnya. Terdengar suara Johan memanggilnya. Winda
menutup rambutnya dengan bergok yang biasa Winda pakai jika ada tamu dan
membuka pintu untuk mempersilakan lelaki itu masuk mengingat selain dia
adik pemilik rumah mungkin dia mempunyai keperluan yang harus
disampaikan.
Rupanya Johan habis mandi malam itu. Terlihat dari rambutnya yang
basah dan anehnya ada sedikit bau – bauan yang agak menyengat
menyemburat di hidung Winda. Ya, wanita muda itu masih ingat baunya
seperti wangi bunga mawar… mereka duduk di ruang depan faviliun itu,
bersebelahan pada sofa sudut. dengan Johan berada di sebelah kirinya.
Sambil berbincang – bincang apa saja. Tak disadarinya pembicaraan Johan
mulai bergeser pada hal yang sangat pribadi dan cenderung intim. Dari
pembicaraan mengenai kesepian dirinya setelah bercerai, godaan – godaan
saat ia membawa truk keluar daerah, juga bercerita bahwa ia pernah
berhubungan dengan wanita di kota yang ia singgahi, termasuk dengan
pelayan rumah makan di Medan, juga berkata mengenai keperkasaannya saat
bersetubuh katanya cukup mampu melayani wanita itu hingga beberapa kali .
Kemudian Johan pindah duduk disamping wanita muda itu, duduk disebelah kirinya.
Lalu lelaki itu meraih jemari lentiknya dan membawanya ke pahanya. Winda diam tak bereaksi. Perlahan menarik bahu Winda, memutar nya agar menghadap dan menjatuhkan kecupan ringan pada bibir tipis wanita muda tersebut. Winda merasa sedikit jengah langsung menunduk malu sebab itu berlangsung tiba tiba dan mengejutkan dirinya, meskipun hal itu telah diduganya akan terjadi.
Lalu lelaki itu meraih jemari lentiknya dan membawanya ke pahanya. Winda diam tak bereaksi. Perlahan menarik bahu Winda, memutar nya agar menghadap dan menjatuhkan kecupan ringan pada bibir tipis wanita muda tersebut. Winda merasa sedikit jengah langsung menunduk malu sebab itu berlangsung tiba tiba dan mengejutkan dirinya, meskipun hal itu telah diduganya akan terjadi.
Namun… sentuhan bibir saat itu tidak seperti biasanya, Winda
merasakan sengatan listrik mengalir pada sekujur tubuhnya. Tetapi Johan
terus mengulum dan melumat bibir tipis wanita muda tersebut. Perlahan
Windapun mulai membalasnya… menerima bibir lelaki berkumis itu dengan
membuka mulutnya, memberikan ruang bagi lidah Johan untuk menerobos
masuk di sela -sela giginya yang berbaris rapi. Menikmati betapa lidah
kasap itu menggelitik di dalam rongga mulutnya, menemukan lidah Winda
yang lancip untuk saling bercengkrama dan saling palun dalam kebasahan
mulut Winda. Winda memejamkan matanya menikmatinya.
Lalu tangan Johan naik pada leher Winda, berusaha melepas penutup
kepala Winda saat mereka berhadapan. Setelah lepas wajahnya mendekat,
napasnya terasa hangat menembus kemeja tidur pada pundaknya. Johan
dengan lembut mencium pundak dan di bagian belakang leher wanita muda
berkulit putih tersebut. Sambil mendorong perlahan agar wanita muda itu
rebah di sandaran sofa. Winda larut dalam dekapan dan cumbuan lelaki
gagah itu. Ia semakin… terlena… pasrah.. lemas… menyerah pada birahi
yang timbul oleh perlakuan Johan pada dirinya kemanapun arah yang
diingininya.
Tangan Winda memegang bahu Johan yang tengah menahan kepala Winda
dengan kedua tangannya. Sambil terus saling lumat dan kulum itu… tangan
kanan lelaki tersebut turun dari belakang kepala dengan perlahan,
menyusuri bahu yang telah terbuka, melewati belikatnya dan menemukan
bukit membusung padat di dada wanita muda tersebut. Masih dari luar
tangannya mulai meremas bukit padat yang terbungkus itu. Dengan sedikit
kasar ia memilinnya…!!!Wajah dan tubuh wanita muda itu mulai
berkeringat. Kehangatan bara birahi yang dialirkan oleh perlakuan Johan
pada dirinya mulai membakar setiap titik syaraf kewanitaannya.
Tangan kanan Johan kemudian turun… merasakan hangatnya perut yang
terselimuti pakaian… terus turun menemukan ujung bawah kemeja tidur
wanita berkulit putih tersebut… menyelinap kebaliknya dan naik menyusuri
perut terus ke atas. Menyelinap ke balik pembungkus bukit membusung di
dada Winda. Meremas dengan lembut beberapa kali lalu memjit putiknya
dengan intens.
“Ohh…..” Winda mendesah… matanya terpejam dikarenakan rasa malu dan
rasa nikmat yang bercampur baur… Tubuhnya serasa terbang melayang lepas
dari tempat berpijaknya. Kedua tangan Winda semakin erat memeluk leher
Johan. Bibir Johan merayap turun dan menciumi leher jenjang yang mulai
basah… basah oleh keringat. Bibir berkumis lelaki itu menjejali lehernya
dengan gigitan – gigitan kecil yang kurang pahaminya, namun membuat
Winda semakin larut…
Sementara itu tangan kiri Johan telah berada pada pertemuan paha
wanita muda itu… meski diluar saja dan tidak masuk kedalam celana
tidurnya… Winda amat kaget dan tubuhnya terlonjak kaget… serasa
tersengat listrik… Tangannya meraba raba mengelus… dengan lincah
meskipun pada posisi kaki Winda yang masih merapat. Winda meraih tangan
tersebut berusaha melepaskan tangan lelaki itu pada pertemuan pahanya.
belum pernah di perlakukan demikian oleh lelaki manapun termasuk
suaminya. Johan menurut dan menarik tangannya dan menjauh dari Winda.
Kembali mereka duduk lagi seperti biasa.. begitu juga Winda pun
kembali duduk sewajarnya. Johan bangkit melangkah keluar kembali ke
rumah kakaknya. Beberapa saat kemudian kembali dengan sebotol air putih
beserta 2 gelas beling. Menuangkan air putih tersebut dan memberikannya
segelas pada Winda. Dia meminum air tersebut begitu juga Winda. Tubuhnya
yang telah menghangat dan berkeringat oleh percumbuan barusan
membutuhkan penawar menyegarkan.
Kemudian Johan berdiri, melangkah ke pintu dan menutupkan pintu
paviliun tersebut sekaligus menguncinya… dari dalam. Melangkah
menghampiri Winda yang masih duduk dan menariknya agar berdiri. Winda
menurut dan seakan jadi manusia idiot yang mau saja saat di bimbing
lelaki gagah itu ke dalam kamar tidurnya sendiri. Sesampainya dikamar,
Johan menutupkan pintu kamar dan menghidupkan lampu tidur yang bersinar
temaram. Winda di dudukan oleh lelaki itu dipinggiran ranjang dari besi
yang sudah lama dan bermodel antik … diatas spreinya yang berwarna
putih. Johan lalu berdiri dan melepas kaos putih berlengannya hingga ia
tinggal bercelana santai yang pendek saja….
Kembali dihampirinya wanita muda, meraih dagu lancip Winda dengan
tangan kanannya dan menjatuhkan kecupan pada bibir tipis itu. itu
Kecupan itu berubah menjadi lumatan dan kuluman menghisap bibir tersebut
hingga membuat Winda hampir kehabisan napas sehingga terpaksa membalas
karena lidah Johan telah menyelusuri bagian dalam mulutnya… Johan
berhenti… memberikan waktu bagi wanita muda itu untuk mengatur napasnya
yang tersengal sengal.
Tangan Johan meraih kancing kemeja tidur wanita muda berrkulit putih
tersebut. Mencoba melepaskannya dengan perlahan satu demi satu. Winda
menahan laju tangan lelaki itu dengan tangannya. Johan tak menggubrisnya
dan tetap melakukan hal itu. Setelah kancing tersebut lepas semuanya,
disibakkannya kemeja tidur tersebut pada bahunya sehingga bahan tersebut
meluncur turun… lepas dari tubuh pemakainya.. dan langsung jatuh ke
lantai. Praktis tubuh mulus atas Winda telanjang…!!! hanya sebuah kalung
yang biasa dipakainya dan dua cup menutupi bulatan padat yang membusung
di dadanya
Johan mulai mengecupi bahu telanjang wanita berkulit putih itu.
“Ohh……” Winda mengeluh, tangannya terpaku pada pinggiran ranjangnya…
ada rasa geli..dan gairah yang datang menghampirinya lewat ciuman itu.
Ciuman itu merayap ke leher jenjangnya dan turun menyusuri belikatnya ke
bawah menemukan lembah kedua bukit dadanya yang mulai berkeringat. Lalu
tangan Johan merayap ke belakang menemukan kait pengikat benda
pembungkus dada Winda. Satu sentakan kecil membuat kait benda tersebut
lepas dan membiarkannya meluncur turun meninggalkan tubuh yang sintal
dan mulus itu untuk tergolek menemani kemeja tidur yang telah berada di
lantai. Winda berusaha memiringkan tubuhnya agar tidak terlalu terekspos
pada lelaki itu… namun dengan kedua tangannya yang berada di balik
lengkung punggung Winda. Johan mencoba menahan gerakan itu.
Wajah lelaki itu mendekat pada dada Winda. Lidahnya mulai menjilati
permukaan licin dada yang membusung indah tersebut. Bergantian bukit
yang kiri dan kanan tak satupun tertinggal… hingga akhirnya bibir
berkumis itu mampir pada puncak bukit padat di dada Winda. Kepala Winda
langsung terlontar rebah kebelakang…!!! Menggigit dan mengulumnya dengan
intens… saat ia menggigit… Winda merasa geli dan segera gairahnya
terlecut.
“Ahh….”rintih Winda terlepas begitu saja dari bibir tipisnya.
Tubuhnya mulai hangat dan berkeringat, menggeliat-geliat dalam dekapan
Johan. Tak kuat ia rasakan deraan nikmat yang melanda segenap penjuru
tubuhnya. Tubuhnya lunglai dan seiring dengan itu Johan mulai merebahkan
tubuh sintal tersebut perlahan di ranjang bersprey putih. Sedangkan
kedua kaki wanita itu masih menjejak lantai. Kini Winda terbaring di
ranjangnya sendiri… dengan peluh yang muncul di setiap porinya,
tersengal-sengal dalam gemuruh nafsu yang telah membubung…!!!
Johan rebah diatas tubuhnya, diantara kedua kakinya yang masih
mengenakan celana tidur telah membuka naluriah. Terasa oleh wanita muda
pada perutnya betapa sebuah batang mulai mengeras. Kembali bibir dan
lidah lelaki itu mencumbui bukit padat milik Winda yang mulai mengeras
dalam nafsu… tak ketinggalan wajah… bibir… leher jenjangnya mendapat
kecupan… lumatan yang bertubi-tubi… kedua tangan Johan terkadang
menggantikan aksi bibirnya pada dada Winda.
“Uhhh……”desah Winda mulai sering terdengar. Rasa nikmat perlakuan
Johan pada tubuhnya membubungkan nafsunya pada titik yang tak bisa
kembali… kedua tangan Winda hanya bisa meraih dan mencengkeram pada bahu
berkeringat lelaki gagah tersebut… bisa dia rasakan betapa dirinya
telah basah disana sini… juga pada kewanitaannya yang mulai berdenyut.
Lalu Johan bergerak lagi.. diangkatnya tubuh mulus yang telah telanjang
hingga pinggang tersebut… menggesernya lebih keatas hingga kedua kaki
Winda kini tergolek di atas ranjang bersprey putih tersebut.
Kembali berbaribg di samping kiri Winda, tangan kanan Johan meraih ke
bawah, menemukan karet celana tidur wanita muda itu. Mencoba
menariknya. Kaget Winda berusaha mencegahnya… tetapi telah terlambat
karena karet celananya telah turun hingga lututnya… dan terus turun
hingga akhirnya hanya sehelai kain tipis berwarna putih yang telah basah
yang masih menutupi pertemuan batang pahanya. Bulu roma Winda berdiri
di dera oleh nafsu yang berkesangatan… seakan ikut merasakan apa yang
kan terjadi malam itu.
Kini tangan Johan kiri meraba bagian kewanitaan Winda yang masih
terbalut itu dengan jarinya… menekan lepitan belahan kewanitaannya yang
basah… itu di luar. Sambil kedua tangan Winda hanya bisa mendekap kepala
Johan.. Winda berusaha tetap merapatkan kedua batang pahanya. Namun
Johan bergerak ke lain arah menemukan karet kain tipis pembalut
pertemuan paha Winda, menariknya perlahan.. dan dengan mudah kain yang
berbentuk segitiga tersebut lolos dan meninggalkan tubuh pemakainya
menyusul pakaian lain yang telah terlebih dahulu lepas. Semuanya
berjalan lancar seolah – olah Winda tak bisa kuasa menolak setiap
perlakuan Johan.
Semuanya telah terbuka.. tidak ada lagi ditubuh Winda yang masih
tertutup…, terbaring telanjang dalam napas bergemuruh dengan tubuh yang
berpeluh disana – sini…!!! Bukit padat di dadanya dengan puncaknya yang
berdiri tegak mengkilat di di bawah sinar temaram lampu kamar itu. Winda
merasa heran saat itu.. hentakan dalam tubuhnya amat mengelora… ingin
semuanya terjadi sesegera mungkin..
Lalu Johan berdiri, melepaskan celana pendek dan sekaligus pakaian
dalamnya… hingga tubuh tegapnya telanjang. Ada rasa takut… dalam diri
wanita muda yang tergolek di ranjang itu saat melihat sosok Johan dengan
dada dan tangannya yang berbulu… lebat. Apalagi dengan pakaian yang
telah lepas dari tubuhnya saat itu… membuatnya amat kuatir… melihat
batang kelelakian yang amat panjang milik lelaki gagah itu..!!! Jujur
diakuinya milik suaminya tak berarti di bandingkan dengan milik Johan.
Jauh didalam hati kecilnya Winda menyesali kejadian yang tengah
berlangsung itu. Ini baru pertama kalinya dalam hidupnya… telanjang di
hadapan lelaki lain yang bukan suaminya. Namun gairah… nafsu… dan rasa
yang Winda tak dipahaminya itu terus membutakan hati kecilnya saat itu.
Johan mulai merayap naik di atas tubuhnya tak mempunyai pilihan kedua
batang paha Winda naluriah membuka memberikan ruang pada pinggul lelaki
tersebut untuk menempel. Kembali Johan mengecupi bibirnya dengan
bernafsu dan kini Winda tak kalah lincah menyambut bibir dan mulut
lelaki itu.. . Sedangkan tangannya telah bermain di bukit padat di dada
Winda. Meremasnya berkali- kali.. kadang menggesek dengan gemas
menggunakan kumisnya…
“Ouhh…” rintih Winda. Perasaannya serasa terbang tinggi ke angkasa
dengan tubuh menggeliat-geliat bak cacaing kepanasan…Kedua tangan Johan
tak henti – hentinya meremas… memilin.. bukit membusung di dada Winda
hingga kedua bukit padat itu menegang dengan putik yang mengeras… seolah
tegak… membuatnya memerah di setiap permukaan licinnya. Terasakan juga
oleh wanita muda itu betapa hangat dan tegapnya batang pejal milik
Johan… menyentuh di bawah pusarnya.
Lalu Johan turun dan berlutut bertumpu di atas kasur ranjang. Meraih
kedua betis putih milik Winda yang tengah terbuka… mengangkat keduanya
keatas. Kemudian lidah Johan meluncur sepanjang kedua kaki Winda, mulai
dari ujung kaki hingga ke pangkal paha bagian dalamwanita muda itu tanpa
sedikitpun ketinggalan… Lidah kasapnya terasa kasar, kesat dan basah.
Winda masih memejamkan matanya menikmati gelombang biraai yang
menderu-deru melandanya… kemudian ia terus turun, Winda seakan telah
tergolek…kalah… rasa pasrahnya… membuat tubuhnya seolah menerima
perlakuan dia saat itu..
Terus Johan membungkukkan wajahnya hingga jatuh pada kewanitaan
Winda. Lidahnya masuk… menjilat … lepitan basahnya.. ada rasa hangat,
geli, oleh jilatannya itu. Kadang lidahnya menghisap dan mengulum
tonjolan sebesar kacang tanah di sana. Winda tidak mampu lagi berkata
kata saat itu hanya bisa merintih dan mendesis… dengan tubuh menggeliat-
geliat… Telapak tangan Winda berada dikepalanya menggenggam rambutnya
dengan gemas…. sebagai tempat berpegang.. kedua kakinya berusaha
dirapatkan karena rasa geli yang menghujam namun… terganjal.. kepalanya…
rasa basah itu mulai datang dan seakan meledak… Lidah dan bibir masih
di lepitannya, tidak ada sedikitpun rasa jijik pada dirinya saat itu..
“Ohh………” dengus Winda. Beberapa saat Winda klimaks… Winda
mengejang..!!!. tubuhnya serasa melayang seringan seperti kapas.. Winda
basah.. dan terkulai lemas… Johan lalu berhenti, lalu bangkit dan
berdiri melangkah pergi mengambil air minum diluar kamar, dan kembali
masuk dengan botol minuman dan gelas tadi. ia pun minum, namun tidak…
menawari Winda..
Lalu lelaki tegap itu kembali ke tempat tidur, dan berbaring di
sampingnya di sisi kirinya. Winda masih terbaring lemas dan berusaha
menghirup udara sebanyak banyaknya untuk meredakan gairahnya. Merasakan
kewanitaannya basah dan lengket, juga tubuhnya telah basah oleh peluh
yang bercucuran di sekujur tubuh telanjangnya mulai dari ujung kaki,
paha perut, dada dan wajahnya. Winda telah merasakan kembali klimaks
yang lama tak di alaminya, hanya saat… baru – baru menikah hingga bulan
ke lima saat mulai hamil.. setelah itu tidak pernah lagi..
“Win adiek pueh..(Win, kamu puas)? Tanya Johan memecah
kebisuan diantara mereka. Winda diam dan hanya mengangguk jujur seraya
memandang matanya. Melihat pada kedalaman mata tersebut percik nafsu
yang membara, berniat sangat ingin menyetubuhinya malam itu.
Kembali Johan meremas dan memilin bukit padat di dada Winda yang
telah memerah disana sini. Gairah wanita muda itu yang tadi telah surut
kembali memuncak dengan cepat. Lincah sekali ia memperlakukan tubuh
wanita muda itu. Dikulumnya bibir tipis itu… Awalnya Winda hanya diam
lalu ikut membalas, bibbirmereka saling lumat, kulum.. Tangan kanan
Johan… turun ke arah kembali ke kewanitaan Winda. jarinya masuk…
mengorek – korek kebasahan yang timbul di sana membuat tubuh Winda
terlonjak – lonjak diatas ranjang besi itu. Kewanitaannya mulai basah
seolah tau saatnya untu permainan sesungguhnya akan di mulai..
Johan mengangkat kedua paha Winda dan menahan dengankedua tangannya,
berlutut memposisikan pinggulnya diantara kedua batang paha wanita muda
itu. Winda hanya bisa memejamkan mata, merapatkan kedua pahanya dan
menutup kewanitaannya dengan tangannya. Winda merasa ketakutan sekali
jika batang pejal Johan yang telah tegak kaku itu akan memasukinya,
karena sempat dilihatnya tadi ukurannya saat belum berada pada
ketegangan penuh.
“Apo nan diek Winda takuik-an (Apa yang dek Winda takutkan)?” tanya Johan.
“Itu da Winda takuik jo punyo uda tu (Itu bang Winda takut dengan milik abang)” jawab Winda.
“Diek Winda jan takuiik jo punyo uda ndak sakik do (Dek Winda jangan takut dengan kepunyaan abang, ga akan sakit ko) jelasnya berusaha memberikan pengertian.
“Kan Winda,,, alah pernah malahiakan..(kan Winda sudah pernah melahirkan)? Tambah Johan.
“Jadi punyo diek Winda pasti bisa (jadi kepunyaan Winda pasti mampu) katanya lagi menenangkan Winda.
“Winda indak malahiakan normal da, lewat badah sesar, iko ado jajaknyo (Winda tidak melahirkan secara normal bang tapi lewat bedah caesar, ini ada bekasnya) ” sahut Winda sambil menunjukkan bekas jahitan operasinya. Johan terdiam. Winda tau sekali Johan sangat menginginkan…, begitu juga dirinya juga amat sangat menginginkan persetubuhan yang sebenarnya namun rasa takut dapat mengalahkan keinginan Winda saat itu.
“Itu da Winda takuik jo punyo uda tu (Itu bang Winda takut dengan milik abang)” jawab Winda.
“Diek Winda jan takuiik jo punyo uda ndak sakik do (Dek Winda jangan takut dengan kepunyaan abang, ga akan sakit ko) jelasnya berusaha memberikan pengertian.
“Kan Winda,,, alah pernah malahiakan..(kan Winda sudah pernah melahirkan)? Tambah Johan.
“Jadi punyo diek Winda pasti bisa (jadi kepunyaan Winda pasti mampu) katanya lagi menenangkan Winda.
“Winda indak malahiakan normal da, lewat badah sesar, iko ado jajaknyo (Winda tidak melahirkan secara normal bang tapi lewat bedah caesar, ini ada bekasnya) ” sahut Winda sambil menunjukkan bekas jahitan operasinya. Johan terdiam. Winda tau sekali Johan sangat menginginkan…, begitu juga dirinya juga amat sangat menginginkan persetubuhan yang sebenarnya namun rasa takut dapat mengalahkan keinginan Winda saat itu.
“Baiko sajolah, baa kalau awak cubo dulu jo gesekan, siapo tau indak ka mambuek diek Winda kasakiek-an (begini sajalah, bagaimana kalau kita coba dengan gesekan, siapa tau tidak membuat Winda kesakitan)” pinta Johan.
“Uda bajanji indak ka mamaso diek Winda do (Abang tidak akan memaksa dek Winda ko). Tambah Johan.
“Kalau beko taraso sakik, doroang kan sajo badan uda (Kalau nati terasa sakit dorongkan saja tubuh abang) lanjutnya memohon. Dalam bimbangnya Winda mengalah. Mengalah pada permintaan Johan.. mengalah pada nafsunya dan membunuh rasa takutnya terhadap batang tegar milik Johan yang luarbiasa itu Seperti apa dilihatnya pada film – film semasa kuliahnya bersama dengan gengnya.
“Uda bajanji indak ka mamaso diek Winda do (Abang tidak akan memaksa dek Winda ko). Tambah Johan.
“Kalau beko taraso sakik, doroang kan sajo badan uda (Kalau nati terasa sakit dorongkan saja tubuh abang) lanjutnya memohon. Dalam bimbangnya Winda mengalah. Mengalah pada permintaan Johan.. mengalah pada nafsunya dan membunuh rasa takutnya terhadap batang tegar milik Johan yang luarbiasa itu Seperti apa dilihatnya pada film – film semasa kuliahnya bersama dengan gengnya.
Winda merasakan jantungnya berdegup keras… menunggu saat – saat
pertemuan kelamin mereka. Kini Johan berada di atas tubuh Winda yang
terlentang telanjang…!!! Membuka kedua batang paha milik wanita itu dan
menekuknya keatas… bersiap untuk masuk… Johanpun mulai… menempelkan…
mengesekan ujung membola kepala kejantanannya di belahan kewanitaan
wanita muda itu. Awalnya hanya gesekan-gesekan saja, terasa geli ..
gatal di pintu kewanitaannya… rasa kaget dan hangat membuat Winda tidak
sadar lagi apa yang sedang terjadi….. dan perlahan Johan sambil
menggesekkan juga mendorong pinggulnya sedikit demi sedikit, menyebabkan
ujung membola kejantanannya menyibakkan lepitan kewanitaan Winda yang
telah basah guna memperlancar lajunya, dan mendesak. terus… yang
membuatnya makin lama makin masuk… Winda merasakan seperti ada kulit
bergesekan ketat.
“Ouhh……” wanita muda itu mengeluh.
Dan secara bertahap masuk di perlancar oleh kebasahan yang timbul
dalam kewanitaan Winda Winda menahan dengan tangan gerakan pinggul
Johan. Kembali Johan mendorong masuk.. Winda tau batang pejal yang kokoh
milik Johan itu telah masuk meski belum seluruhnya baru seperempatnya……
ada rasa sempit dan nyilu di kewanitaannya saat itu.. rasanya penuh
sekali. Johan terus memajukan pinggulnya dan melepaskan kedua kaki
Winda, meletakkannya di kasur, tangannya kembali ke bukit padat yang
membusung di dada Winda… memilin… dan meremasnya kembali. Sedangkan
kedua tangan Winda menggengam pinggul lelaki itu… agar jika terasa dan
sakit dan nyeri bisa menahan dan mendorong batangnya agar tetap diluar..
Lalu Johan menjangkau bantal yang terletak tidak jauh dari tubuh
Winda, Dan mengangkat pinggul padat Winda untuk meletakkan bantal di
bawahnya… sementara batang tegarnya masih menancap… Winda merasakan
posisinya jadi agak rileks… Johan bergerak kembali. Dengan mata yang di
kernyitkan Winda melihat batang tegap milik lelaki tersebut kembali
mendesak masuk perlahan. Lalu…. pas semua hampir masuk rasa nyilu mulai
datang.. terasakan oleh wanita muda itu otot-otot di dalam kewanitaannya
berderik – derik seperti cincin karet yang diregangkan paksa. Kembali
Winda menahankan gerakan pinggul Johan dengan tangannya, Johan terus
berusaha mendorong.. Winda bersikeras menahan dengan tangannya sehingga
posisinya tetap tak berubah.
“Ndak lamo lai diek Win (ga akan lama lagi dik Win)..”ucap
Johan sambil terus berusaha mendorong. Winda tidak peduli dan terus
bertahan dengan tangannya karena merasakan nyilu dan nyeri…, Winda
meringis dan mengernyitkan keningnya…!!! Johan mengalihkan serangannya,
meremas – remas kembali dada membusung milik Winda dan menciumi bibirnya
dengan gemas bernafsu sekali… Kini kedua tangan Winda lepas dari
pinggul lelaki itu dan memeluk punggung lelaki tersebut dan kembali
larut dalam deraan nikmat yang membuatnya lengah dan terlena sehingga
lupa menahankan pinggul Johan. Johan bergerak kembali mendorong dengan
tiba – tiba. Dan seiring rasa sakit yang datang makin menyesakan maka
amblaslah seluruh batang pejal milik Johan pada kewanitaan Winda…
terbenam didalam tubuhnya.
“Aahhh…….”erang Winda. Matanya memejam menikmati sensasi luarbiasa
yang dialaminya saat itu, sakit sekaligus nikmat merajam pertemuan
pahanya…!!! Terasa oleh Winda kini paha mereka sudah rapat menempel dan
tidak ada jarak lagi..
Johan diam sejenak. Winda merasa nafasnya serasa berat amat… rasanya
batang pejal itu menyesak sampai ke ulu hati. Winda mulai membuka
matanya memandang mata Johan, mengungkapkan rasa salutnya, dan amat suka
caranya memperlakukan dirinya, amat pengertian… sekali
“Indak sakik kan diek Win (Tidak sakit kan dik Win)? Tanya
Johan.Winda diam tak menjawab. Kemudian Winda memiringkan wajahnya ke
samping, merasa malu dipandangi Johan seperti itu. Kembali Johan masih
meraih wajahnya dan menciumi Winda. Terkadang menggigit dengan gemas
bukit padat yang membusung telah memerah di dada wanita muda itu. Johan
kembali bergerak, menarik pinggulnya hingga akhirnya batang pejalnya
yang kokoh perlahan keluar sedikit demi sedikit, perlahan sekali Terasa
nyilu dan geli sekaligus…!!! lalu mendorong masuk lagi… mulanya perlahan
dan amat terasa nyilu… sekaligus nikmat… Beberapa saat kemudian… ia
mulai bergerak makin cepat, naik turun pinggulnya menghujamkan batang
tegarnya. Telah lancar memang keluar masuknya pada liang kewanitaan
Winda sehingga… seluruh tubuh Winda berguncang
“Ouh….” Rintih Winda berulang – ulang. Iya… Winda malu bila mengingat
saat itu terdengar kecipak – kecipuk suara dari benturan pangkal paha
mereka… sedangkan tangan Winda sudah lepas dan memegang kain… selimut
dengan mata terpejam. Posisi Johan tetap dengan berlutut.. Kini pinggul
padat Winda juga bergerak mendesak keatas….!!! menyambut setiap hujaman
batang pejal kejantanan Johan pada liang kewanitaannya..Winda pun mulai
merasakan ada gelombang besar yang akan meledak didalam tubuhnya..
Tiba – tiba Winda merasa semua menjadi gelap.. tubuhnya melenting
keatas… Winda menggigit bibir bawahnya dengan kedua kaki yang menjepit
pinggang Johan di belakang tubuh lelaki itu bak tang raksasa. Merasakan…
gelombang klimaks datang menggulungnya… melemparkannya ke awang – awang
dan kembali terkulai lemas. di atas ranjangnya yang telah kusut.,
Keringatnya sudah membasahi sprei yang sudah kusut semua…
Namun Johan masih tetap bergerak mengayunkan… pinggulnya maju mundur…
beberapa menit kemudian Winda merasakan tubuh Johan mulai menegang dan…
sepertinya ia akan klimaks.. Winda tau… Johan akan segera membasahi
rahimnya…
“diek Win ka uda kalua-an dima, di dalam atau di lua (dik
Win akan dikeluarkan di mana, dalam atau di luar)? Tanya Johan. Winda
tidak sempat menggeleng atau mengiyakan. Tubuhnya masih terlonjak –
lonjak dalam hunjaman Johan… saat bergerak memompa naik turun dan …
Sambil mendengus Johan menekankan pinggulnya sedalam mungkin,
merasakan lecutan birahinya melambung dan akhirnya materi kental itu
memancur keras membasahi seluruh permukaan dalam kewanitaan Winda.
Terasa hangat… Untunglah Winda masih ingat bahwa saat itu ia masih
menggunakan kontrasepsi sehingga tidak terlalu kuatir… Johan rebah
menggelosoh di atas tubuh telanjang wanita muda itu. Bobotnya amat berat
sehingga Winda harus memiringkan tubuhnya menyebabkan tubuh Johan
meluncur turun terbaring di sisinya. Winda memejamkan matanya merasa
bersalah dan menyesal. namun segera hilang oleh rasa puas yang datang.
Tubuhnya amat capai…
Windapun meraih selimut dan menutupkan pada tubuh telanjangnya.
Karena merasa malam itu sangat dingin meski hujan tak turun. Berdua
mereka tidur di ranjang yang telah kusut itu hingga pagi harinya.
Pagi harinya Winda heran kenapa tak merasakan adanya penyesalan yang
dalam pada dirinya malah semakin suka kepada Johan sehingga membuatnya
menelpon kepada suaminya di Padang untuk tak bisa kembali dalam minggu
itu karena ada urusan kantor yang harus di selesaikannya. Lagi pula ia
merasa kuatir jika pulang ke Padang dapat dipastikan suaminya saat
meminta berhubungan badan akan mengetahui perbuatan mereka di karenakan
di seluruh masih ada jejak-jejak memerah di dada dan leher akibat
persetubuhan mereka yang bergelora malam itu.
Bersambung episode 2
SOLUSI CANTIK & PERKASA DI RANJANG
BalasHapusKLIK DI BAWAH INI
✔ Obat Pembesar Penis Vimax Asli
✔ Pelangsing Badan
✔ Obat Kuat Sex
✔ Alat Pembesar Panyudara
✔ Pemerah Bibir
✔ Perontok Bulu Kaki
✔ Cream Pemutih Wajah
✔ Obat Peninggi Badan
✔ Obat Perapat Vagina
✔ Minyak Pembesar Penis
✔ Aneka Kondom
✔ Perangsang Cair
✔ Alat Bantu Sex Pria
✔ Penghilang Bekas Luka
✔ Pemutih Kulit Ketiak
✔ Obat Bius Liquid Sex
✔ Alat Bantu Sex P/W