Perkenalkan namaku Martini, usiaku sudah 34 tahun dan sudah mempunyai
anak dua orang, yang satu laki-laki berusia 10 tahun dan yang perempuan
berusia 5 tahun. Suamiku bernama Arlan usianya di bawahku satu tahun
adalah seorang yang super sibuk dengan kegiatan kantor dan urusan sehari
hari sehingga tugas sebagai kepala keluarga menjadi kurang terkontrol.
Aku mempunyai paras yang lumayan cantik, pernah teman-temanku berkata
waktu kuliah dulu bahkan waktu aku berkerja sebagai kasir disebuah
perusahaan swasta mereka bilang aku seperti wanita India dengan kulit
kuning langsat, rambut hitam agak ikal, hidung mancung, tinggi 160 cm
dengan berat hampir 60 kg. Postur tubuhku yang tinggi dengan pinggul
besar yang kencang serta BH yang kupakai berukuran 36, bentuk payudaraku
terbilang besar, maklum sudah punya anak 2. Aku merupakan type wanita
yang mau diperhatikan, mau dituruti kemauanku, karena aku orangnya keras
tetapi kalau sudah kena rayuan pasti aku akan luluh. Aku mempunyai
rencana akan pulang ke kampung halamanku di Sumsel, karena sudah lama
pingin melihat sanak keluargaku yang sudah lama jarang ketemu, selain
itu rindu ketemu orang tuaku. Karena kesibukan sumaiku, dia tidak bisa
ikut serta. Aku akhirnya pergi besama kedua anakku. Lumayan perjalannya
memakan waktu satu hari dari Kota Jakarta dimana tempatku tinggal
bersama keluargaku sekarang ini. Singkat cerita aku berangkat
menggunakan Bus AC LORENA dari Jakarta menuju Palembang. Karena jalan
yang kurang bagus serta penyeberangan dari Merak ke Bakauni sedang macet
sehingga 2 hari baru tiba di kampung halamanku. Dengan menghubungi
lewat ponselku aku menghubungi suamiku mengatakan bahwa aku sudah
sampai. Rencananya aku dan anakku akan berlibur dua minggu di kampung
halamanku sesuai dengan masa libur anak-anakku. Selama dua hari di
kampung halamanku praktis aku tidak banyak kegiatan, sedangkan
anak-anakku sibuk main dengan anak adik dan kakakku. Setelah melepas
rindu kepada orang tuaku serta kakak dan adikku, aku hanya jalan-jalan
kerumah temen temenku sewaktu sekolah SD,SMP dan SMA dulu.
Karena sudah lama tidak pernah melihat tempat kelahiranku serta
kesejukan alam pegunungan tanah kelahiranku yang kelilingi hutan karet
dan kopi dengan udara pegunungan yang dingin segar. Aku mau melihat
lihat kebun dimana waktu dulu ketika bermain bersama saudara-saudaraku
dimasa masih kecil. Dengan menitipkan anak anakku, aku minta ijin kepada
kakak dan adik serta orang tuaku, karena mau jalan-jalan ke kebun
tempat kita dulu. Atas saran dari saudaraku, aku disarankan memakai jasa
ojek supaya cepat sampai dan tidak capek, karena di samping jalan
setapak dikeliling oleh rimbunya pepohonan juga jalannya masih
berbatuan. Menurut orang tuaku, sekarang ini jarang sekali mereka
mendatangi kebun itu, mungkin sudah hampir 10 tahun, cuma kebun kami
tersebut masih dirawat oleh famili dari orang tuaku yang boleh dibilang
masih kerabat dekat. Kebun tersebut di tunggu oleh seorang kakek yang
telah berusia 60 tahun bernama Kakek Senen, dari namanya saja kakek ini
lahir di hari Senin yang pastinya kurang jelas. Kakek Senen ini tinggal
di kebun tersebut sudah cukup lama, hampir sepuluh tahun sejak belasan
tahun yang lalu dia di tinggal oleh istrinya yang meninggal. Karena
tidak ada kegiatan, dia menunggu kebun orang tuaku dengan membangun
sebuah rumah yang terbuat dari kayu. Hanya saja rumah Kakek ini bedanya
memakai tiang, sehingga kalau diperkirakan bisa mencapai tiga meter
tingginya. Kalau mau naik harus menggunakan tangga yang terbuat dari
bahan kayu dari hutan tersebut. Kurang lebih seperempat jam aku sampai
di kebun. Setelah membayar ongkos ojek, aku menuju pekarangan rumah
kakek Senen tersebut. Dengan mengucapkan salam aku memanggil manggil
nama kakek Senen.
“Kek!! Kakek…Kakek Senen? Kakek dimana?” aku berteriak-teriak memanggil Kakek Senen
Rumah kakek Senen tidak terlalu besar ukurannya hanya 3 x 6 dengan
satu buah kamar, dipan dari kayu dengan kasur dari kapuk dibuat sendiri.
Kursi pajang dari rotan, dengan satu buah radio 2 ban. Rumah kakek
Senen ini bisa juga di sebut dengan pondok, pekaranganya di kelilingi
oleh pagar kayu-kayu bulat yang tingginya 2,5 meter dengan jarak dari
kayu ke kayu satu jari orang dewasa. Mungkin takut kalau ada binatang
buas, maklum pondok kakek Senen agak kedalam hutan jadi ada baiknya juga
berjaga-jaga walaupun yang pernah dilihat hanya babi hutan yang kadang
kadang cukup ganas kalau melihat orang. Di dalam pekarangan itu
ditumbuhi oleh berbagai pohon seperti rambutan, kelapa, nangka, jambu
air, jambu kelutuk, belimbing serta tidak lupa di tanami apotik hidup
yang merupakan bumbu dapur. Di bawah pondok tersebut dibuat tempat
istirahat yang terbuat dari anyaman bambu, yang memang cukup dingin.
Kakek Senen juga mempunyai ternak ayam yang tidak terlalu banyak .
Mendengar ada yang memanggil namanya kakek Senen yang berada di
tengah kebun, menghentikan kegiatannya membersihkan rerumputan di
sekitar tanaman rambutan, kopi dan cengkeh yang setiap tahun
menghasilkan panen, cukup untuk kebutuhan hidupnya di samping bagi hasil
dengan yang punya kebun yakni orang tuaku. Kakek Senen lalu pulang ke
pondoknya. Dia heran, ketika sampai di pintu pagarnya melihat seorang
wanita memanggil namanya…
“Kakek …. kek … ada dirumah?” panggilku
“Ada apa ya?”
Kontan aku terkejut langsung menjerit karena tidak mengetahui kalau Kakek Senen muncul dari belakang.
“Ada apa ya Cu?” sapa kakek Senen, “kamu siapa?”
“Aku Martini kek, apa kakek lupa?”
Kakek Senen masih bingung, dia tidak tahu siapa wanita di hadapannya ini.
“Aku Martini Kek, anaknya Mah, yang tinggal di Jakarta” aku menjelaskan
Sang kakek melongo
“Ja …. Ja…Jadi kau Martini anaknya Mah?? Angin apa cu kamu mau kesini
ke tempat tinggalku? Makmu saja tidak pernah kesini …. apa lagi adik
dan ayuk kamu”
“Anu kek aku inget waktu masih kecil ke sini bersama Bapak…jadi rindu melihat kebun ini, jadi makanya aku kesini”
“Laki dan anak-anakmu mana?” Kakek Senen bertanya.
“Lakiku dak bisa ikut banyak kerjaan dan anak-anakku tinggal di rumah kakakku” aku menjawab dalam logat daerahku
“Sudah lamu kamu balik kampung Tin?” tanya Kakek Senen.
“Baru dua hari Kek, karena dak ada kerjaan aku kesini, sedangkan anak
anakku sudah bisa ditinggal, apalagi ada anak ayuk dan adik” jawabku,
“ohh omong-omong dari mana kek tadi?” tanyaku
“Membersihkan kebun kopi, maklum sebentar lagi berbunga jadi harus rajin dibersihkan” jawab Kakek Senen.
“Ayo mari ke dalam!” ajak Kakek Senen ”Sengaja kakek kunci pagarnya
karena takut ada babi atau anjing hutan, maklumlah namanya juga hutan”,
kakek Senen menerangkan.
“Kakek sendirian disini?” tanyaku
“Ndak, Kakek ada kawan” sahutnya.
“Siapa kek? Mana?” tanyaku bingung, “kok ndak keliatan siapa-siapa lagi daritadi?”
“Ada di belakang lagi bawa ceret minum kakek” sahut Kakek Senen.
“Siapa kek?” tanyaku pingin tahu
“Namanya Lanang” balas Kakek Senen
“Lanang?”
“Anak siapa kek?” rasa ingin tahuku makin bertambah
“Nanti saja kamu tau” jawab kakek.
“Nang!! cepet dikit…ada tamu ini!” panggil kakek Senen
Tidak lama muncul terdengar suara langkah kaki dari depan dan pintu
membuka, seorang pemuda berumur sekitar 20an berwajah cacat mental masuk
sambil membawa ceret air minum dan tas kecil, pemuda itu sangat tinggi
tapi agak bongkok, tinggiku hanya sebahunya bila berdiri berjajar dan ia
menegakkan tubuh. Aku agak takut dan terkejut melihat orang itu apalagi
ia nyengir lebar padaku.
“Kek siapa ini?” tanyaku bergetar
“Tidak apa-apa Tin, Lanang anak yang baik…dia memang agak terbelakang
tapi dia mengerti apa yang bicarakan dan menurut apa yang kita
perintahkan. Lagian dia juga senang kalau ada teman, malah dia suka
bercanda dan main-main” Kakek Senen menjelaskan, “coba saja kamu panggil
dia Tin” perintah Kakek Senen
Maka aku menuruti saran kakek Senen, dan memanggil pemuda itu mendekat,
“Lanang sini! Duduk sini” ajakku.
Maka ia pun mendekati kami, malah dia sendiri seperti ketakutan.
“Kek kenapa dia bersembunyi di belakang kakek?” tanyaku.
“Dia memang agak takut pada orang-orang , terutama orang yang baru
dikenalnya, makanya di seperti ini. Tapi kalau dia sudah dekat, kamu
pasti kewalahan, dia mau mengajak kamu bermain terus dia juga akan baik
ke kamu”
“Lanang , jangan takut …. ini Martini cucu kakek dari jauh yang
memiliki kebun ini, jadi jangan takut…ayo salam cucu kakek ini….sama
saja dia baik juga sama denganku”, perintah kakek.
Lanang lalu mendekat dan memegang tanganku, mulanya aku agak takut,
tetapi dengan ragu aku tetap menjabat tangannya. Pemuda idiot itu
menjabat tanganku dengan keras seolah tak ingin melepaskannya
“Uuuhh…aaaarr….uuuuhh!” ternyata ia tidak bisa berbicara hanya bersuara tidak jelas seperti itu saja
Perlahan-lahan aku mulai tidak tegang lagi padanya. Dan seperti kata
Kakek Senen, Lanang memang ramah sekali, ia mengajakku masuk ke
pekarangan rumah kakek Senen. Lalu mengajakku duduk di bale bambu di
bawah pondok kakek, tetapi kakekku mencegahnya karena aku baru datang
sehingga kakek mengajakku naik ke atas pondoknya. Di atas pondok aku dan
kakek bercerita masalah kebun yang di tunggunya, dari awal sampai
akhir, juga masalah istri dan anaknya, begitu juga asal muasal dia
menemukan pemuda cacat mental itu ke sini. Dari situ aku baru tahu
semuanya, jadi pemuda bermental terbelakang adalah anak dari teman Kakek
Senen. Ia sudah begitu sejak lahir dan dalam usia lima tahun sudah
ditinggal mati ayahnya yang adalah teman kakek. Tiga tahun yang lalu,
ibunya yang sudah tua juga menyusul ayahnya. Kakek Senen, yang telah
lama kesepian, mengadopsi pemuda malang itu, ia mengajaknya tinggal
bersama di perkebunan ini. Dalam hati aku mulai merasa kasihan dengan
Lanang, usianya masih muda tapi sudah harus mengalami cacat mental
seperti ini, takdir memang tidak bisa dipilih. Aku hanya menghela nafas
merenungi semua ini. Tak terasa cerita ngoro ngidulku dengan kakek Senen
hampir dua jam lamanya sambil minum teh dan makan ubi goreng. Karena
memang hobinya bertani dan berkebun kakek Senen mau melanjutkan
membersihakn rumput-rumput dibawa pohon-pohon kopi dan rambutan ataupun
cengkeh. Aku disuruhnya nunggu di pondoknya saja ditemani oleh Lanang
yang mulai terlihat akrab denganku
Karena sudah akrab, aku tidak lagi merasa takut malah aku diajak
bermain ke bawah oleh Lanang sambil diambilkannya bermacam-macam
buah-buahan. Ia selalu berbicara dengan gumaman-gumaman tak jelas karena
kekurangannya itu tapi ia cukup mengerti apa yang dibicarakan orang.
Ketika sedang melihat-lihat di kandang ayam tiba-tiba aku tersandung
sebuah papan yang tergeletak sembarangan hingga kehilangan keseimbangan
dan terjatuh. Aku menjerit kecil, telapak tangan dan celanaku bagian
lutut terkena kotoran ayam. Melihatku terjatuh, Lanang segera membantuku
berdiri.
“Aaauuhh…uuuhh…aaa…aahh!” katanya tidak kumengerti sambil menyeka
kotoran ayam dari tanganku dengan tangannya sendiri. Aku lumayan
tersentuh, ternyata walaupun terbelakang mentalnya hatinya sangat baik.
“Lanang, udah cukup, kakak mau ke atas dulu ya, biar kakak bersihin sendiri sama ambil air buat bersihin tangan kamu”
Lanangpun berhenti. Aku ke atas kemudian masuk ke dalam pondok. Aku
mencari kalau-kalau ada pakaian yang bisa digunakan untuk mengganti
pakaianku, mungkin di dalam kamar kakek ada pakaian, daster atau celana
pendek jadilah. Aku membuka lemari kakek Senen, bolak balik aku mencari
pengganti pakaianku, akhirnya aku menemukan pakaian berupa daster yang
terselip di bawa tumpukan pakaian kakek Senen yang hanya beberapa
lembar.
“Nah ini bisa kupakai, tetapi sepertinya agak kependekan, apa mungkin ini bekas baju istrinya dulu?“
Daster itu sepertinya masih bersih cuma sedikit robek di berbagai
tempat, malah ada beberapa kancing-kancing atasnya tidak ada lagi, tapi
apa boleh buatlah, dari pada memakai pakaian yang bau tahi ayam. Lalu
aku membuka celana jeans dan baju kaosku. Tampaklah gundukkan gunung
kembar milikku yang putih dan juga masih cukup kencang kendati sudah
mempunyai anak dua, buah dadaku lumayan menantang bila dilihat orang
dengan ukuran BH 36 warna putih. Sedangkan pinggulku sangat besar dan
montok masih terbungkus oleh celana dalam warna putih
Aku memang suka sekali dengan baju daster, menurutku lebih enak
dingin tidak terlalu panas, begitu juga dengan celana dalamku, aku
lebih suka yang agak longgar longgar seperti kedodoran begitu,
menurutku enak tidak sempit, gatal dan pengap di sekitar kemaluanku.
Kemudian aku memakai daster tersebut dan memang terasa pendek satu
kilanan atau 15 centi diatas lututku. Maklum mungkin istri kakek Senen
orangnya memang agak pendek jadi daster bisa saja dipotongnnya. Untuk
ditengah tengah kebun seperti ini, apalagi cuaca sangat panas, daster
memang cukup meredahkan hawa panas badan. Setelah memakai daster
tersebut aku turun lagi menemui Lanang. Mungkin karena dapat teman baru
apalagi wanita secantik diriku, pemuda ini bukan main senangnya. Aku
dipeluknya, dirangkul bahkan dicium-ciumnya, bukan tidak risih aku
dibuatnya apalagi sambil dicium olehnya tersebut. Aku belum ada pikiran
negatif, bagiku saat itu, Lanang seperti anak kecil yang minta dibelai
saja dan aku kasihan padanya. Di bale bambu di bawa pondok aku bagaikan
boneka di peluk di gendong oleh gorila, maklum badannya cuckup besar dan
kuat, pohon kayu sebesar tanganpun mungkin bisa dia patahkan. Takut
kalau pegangannya terlepas aku merangkul lehernya.
“Lanang” aku berkata,”kamu kelihatan seneng sekali kenapa?”
“Ooohh…oogghh!” katanya tak kumengerti
Sambil membuka mulutnya dan mengangguk angguk kepalanya seakan tahu.
“Kamu seperti senang sekali denganku ….. kenapa?Apakah selama ini kamu tidak pernah melihat wanita?
“uukk .. ukk … ukkkk” sahutnya
“pantesan kamu seperti ini” kataku mengelus rambutnya
Lanang menatap wajahiku, begitu juga aku menata matanya. Ia
menggerakan tangannya mengusap pipiku, kupegang tangannya. Lanang
mendekatkan wajahnya lalu mencium keningku. Aku hanya diam dan terpejam
mataku ketika di cium olehnya. Batinku, Lanang adalah seorang bermental
terbelakang, kendati begitu naluri lelakinya sangat jelas untuk
melindungi seorang wanita. Aku merasakan kalau yang dilakukannya adalah
semata sangat sayang kepadaku dan memanjakanku. Akupun dipeluknya dengan
lembut, mau tidak mau aku memeluknya juga, membagi rasa sayang
kepadanya. Dalam pelukannya aku merasakan kehangatan di dadanya,
kurasakan jantungnya berdetak cukup kencang. Saat itu aku tidak berpikir
macam-macam selain kasih sayang antara kakak dan adik saja.
Lanang
Dalam pelukannya aku mulai dibelai-belai dan diciumnya, ia bahkan
makin berani mencium bibirku. Aku merasa kaget, berani sekali ia
melakukan itu, juga kurasakan bulu kudukku merinding ketika melihat
giginya yang besar-besar itu. Lanang terus mencium bibirku, akupun
terpaksa mendorong dadanya hingga ciumannya terlepas
Aku memandangnya, lalu berkata “Lanang kamu sayang padaku?”
“ukk ..ukkk …. hah .. hah .hah” jawabnya sambil menganggukan kepalanya
Aku membelai wajahnya lalu kucium pipinya, dia menatapku dengan matanya yang turun
Aku berkata “Ya Lanang , aku juga senang dengan kamu, kamu baik, penurut dan mengerti perintah orang.”
Tatapan lanang berpindah ke bagian dadaku yang memang cukup terbuka
dengan jelas dimana gunung kembar terbuka dengan jelas karena kancing
kancing baju daster yang kupakai memang tidak sempurna lagi. Aku
terkejut, dalam hatiku berkata
“kenapa dia memandang buah dadaku? Apa dia layaknya seperti manusia
normal juga, mempunyai hasrat biologis ketika melihat pemandangan
seperti ini?”
Aku menjadi serba salah, di hadapanku ini adalah seorang dengan
keterbelakangan mental tetapi memiliki naluri birahi seperti manusia
normal. Tiba-tibanya tangannya menjulur ke arah dadaku, aku semakin
terkejut, apa yang akan dilakukannya. Tanganya menyentuh buah dadaku,
darahku menjadi berdesir ketika tangan besarnya menyentuh kulit buah
dadaku. Kiri dan kanan ia mengusap pangkal buah dadaku, aku merasa geli
dibuatnya. Tidak kusangkah ternyata sifatnya sama seperti manusia
normal, mempunyai hasrat biologis juga. Tidak hanya itu buah dadaku
diremas remasnya, walaupun tidak terlalu kuat tetapi aku merasakannya
bahwa telapak tangannya menangkap gundukan salah satu buah dadaku dengan
penuh. Di bawah pondok ini dengan tiupan angin yang sejuk, aku dibuat
terbuai oleh tingkah Lanang, tubuhku menjadi panas dingin, mataku
terpejam akibat perbuatannya. Sudah beberapa lama aku dibuat terbuai
olehnya, buaian nikmat yang sudah lama tidak kudapat dari suamiku
sehingga aku membiarkannya saja. Tanpa kusadari, tali BH ku telah
terlepas mungkin akibat remasan remasannya, sehingga kedua buah dadaku
keluar dari sarangnya. Tampak puting susuku yang merah kecoklatan
mengeras akibat ulahnya. Yang lebih membuatku berdesir ketika puting
susuku dicuil cuil oleh tangan kasarnya dan bertambah gilanya lagi
kurasakan bibir tebalnya menyedot nyedot puting susuku. Disini aku baru
menjerit
“Aahhhhh Lanang jangan lakukan…aaahhhh…aku tidak mau…Iiiiihhhh …….
Lanang hentikan!” hanya mulutku saja yang berkata, tetapi aku tidak
mempunyai keberanian untuk berontak, takut dia marah malah dan takut
disakiti.
Dalam ketidakberdayaanku aku merasakan sesuatu benda keras yang
menonjol di bawah pantatku. Aku mengira-ngira benda apakah itu, tetapi
aku tidak jelas sebab tidak terlihat olehku. Sesuatu apa yang menyentak
nyentak pinggulku, benda itu seperti bergerak gerak, kutebak itu adalah
penisnya, oh…lumayan keras juga pikirku. Akibat lamanya Lanang
mempermainkanku aku merasakan terbuai dan terlena dibuatnya. Waktu terus
bergerak dan tak terasa hari sudah pukul empat sore, aku memohon kepada
Lanang untuk menghentikan kegiatannya dengan secara halus dan lembut.
“Lanang sudah ya…sudah sore kakak mau pulang, kasihan anak-anak kakak
dan sebentar lagi kakek Senen kembali dari membersihkan rumput. Besok
kakak ke sini lagi jadi kita bisa bermain-main lagi ya, janji!”
Kulihat Lanang seperti kecewa, aku mencium pipinya.
“Jangan kecewa Lanang, kakak tau kamu suka padaku, tapi kakak musti pulang dulu nanti dicari oleh anak dan orang tuaku.
Akhirnya Lanang bersuara …..
“ugghh …ukkk ….hhhh” sambil menganggukan kepalanya
Kemudian aku turun dari pangkuannya. Sebelumnya aku membenahi dulu
pakaian yang berantakan akibat ulahnya itu kepadaku. BH kupasang lagi,
begitu juga baju atasku kurapikan, dan ternyata daster bawaku naik
keatas pusarku sehingga tampak jelas celana dalamku terlihat oleh
Lanang. Walaupun Lanang perilakunya seperti anak-anak, tetapi naluri
lelakinya bisa naik juga dan aku juga merasa malu melihat keadaan
tersebut. Setelah merapihkan baju bawahku, aku terkejut sekali dibuatnya
ternyata benda yang menonjol tadi dibawa pantatku ternyata memang
kemaluan Lanang. Penisnya nampak menonjol di balik celananya. Sungguh
tidak kusangka ternyata Lanang mempunyai hasrat biologis juga. Kemudian
aku langsung naik ke atas, mengganti daster yang aku pakai dengan
pakaian jeans dan baju kaos dan daster yang barusan kupakai kuletakkan
kembali ke lemari kakek Senen dan aku menunggu di teras ditemani oleh
Lanang. Tidak lama kakek Senen datang dari kebun dan kira-kira lima
belas menit aku pamitan pulang. Karena kesibukan di rumah dan orang
tuaku lagi kurang enak badan sehingga aku lupa janjiku dengan Lanang,
baru hari ketiga aku teringat.
“Oh iya aku jadi lupa…aku ingat bahwa aku ada janji dengan Lanang dan kakek untuk ke kebun” pikirku
Dengan berdali mau ke rumah teman yang sudah lama tidak ketemu, aku titipkan anak-anakku rumah adikku.
Setelah sedikit membeli belanjaan dan kue-kue, aku naik ojek menuju
kebun kami. Tidak beberapa lama aku sampai di kebun kakek. Jam baru
menunjukan angka 8.30 wib, kulihat kakek Senen sudah siap-siap akan
membersihkan rerumputan. Luas kebun kami 1,5 hektar, lumayan besar
dengan berbagai hasil kebun yang ditanam kakek Senen.
“Pagi kek!” sapaku
“Hey….Martini, tumben datang lagi?” sahut Kakek Senen.
“Lagi pengen ke kebun saja kek…habis kalau sudah pulang ke Jakarta sudah tidak bisa lagi, mungkin juga waktu lama.”
“Kenapa anak-anakmu tidak diajak?”
“Ah mereka lebih senang main di rumah bersama anak adikku.” Jawabku, “kakek mau berangkat?”
“Iya rumput dan semak sudah pada tinggi, kamu mau ikut Tin?”
“Ah dak lah kek ….. aku di pondok saja, minta ditemani Lanang.”
“Lanang, kamu temani Martini ya” kata Kakek Senen pada Lanang di sebelahnya
Lanang menjawab “Iyah….uuhhh…uuhh” dengan menganggukkan kepalanya.
Lalu aku membuka bungkusan,
“kek nih ada kue-kue dan nasi bungkus untuk kakek kalau lapar jadi tidak perlu ke pondok, lagian aku males masak”
“Aduh terima kasih Tin” jawab kakek Senen, “Nah kakek tinggal dulu ya, Lanang jaga Martini ya.
“Uhhh….uhhhh” jawab Lanang
Sepeninggal kakek Senen, aku naik keatas mau mengganti pakaianku
dengan daster yang kemarin aku pakai. Pintu pondok terutama jendela
kamar kakek yang jarang dibuka aku buka, ternyata lumayan terang seperti
di luar saja. Aku membuka lemari mengambil daster yang pernah ku pakai.
Aku membuka baju kaosku, selanjutnya celana jeansku. Baru selesai aku
membuka jeansku, aku terkejut Lanang si pemuda idiot bertubuh besar itu
sudah berdiri di pintu kamar, ia terbengong memandangiku. Jantung
seperti mau copot, namun aku tersenyum memandangnya.
Ia menantapku, akupun balas menatapnya lalu berkata.
“Lanang ada apa? kamu marah pada kakak? Maafkan kakak ya Lanang,
kakak memang bersalah tidak menepati janji, padahal kakak sudah berjanji
ke sini tapi karena ada urusan karena orang tuaku sakit jadi aku lupa.
Sekarang aku sudah datang, jangan marah ya”.
“Uuuhuuu….aaahhh….aahhh!” Lanang menggeleng kepalanya pertanda dia tidak marah.
Dan dia menganggukan kepalanya seolah memahami masalahku. Aku lalu
memeluknya dan ia juga memelukku dengan mesra. Kepalaku dielus elusnya,
begitu juga dengan punggungku.
“Lanang kakak tahu kau suka dengan kakak dan kakak tahu juga kamu
pasti rindu pada. Sekarang kakak sudah di sini, jadi jangan sedih ya.”
Lanang menganggukan kepalanya kemudian aku ditarik olehnya ke dipan
kayu kakek. Aku menurut saja, mungkin karena rindu Lanang mulai
menciumku. Kalau sebelumnya aku merasa risih dan takut dicium olehnya
tetapi ketika ia menciumku lagi aku tidak merasa takut lagi. Aku malah
diam dan pasrah saja ketika pipiku dicium, keningku, bahkan bibirku
disapu oleh bibir tebalnya. Walaupun kasar namun mulutnya tidak berbau.
Batinku berkata
“Nih anak sudah semakin pintar saja”
Sambil mencium wajah dan tubuhku, tanganyapun sudah semakin pintar
juga, kini tangan kasar itu beralih kegundukan di dadaku. Aku menjadi
berdesir ketika tangan sang Lanang menjamah buah dadaku yang masih
terbungkus oleh BH warna putih. Tangan kasar dan besar itu kini
meremas-remas buah dadaku dan kembali buah dadaku menjadi santapan
tangan kasarnya. Walau tidak terlalu keras, namun remasan jemarinya di
buah dadaku membuat tubuhku menjadi bergetar. Ternyata ia memiliki
keinginan biologis sama seperti manusia normal. Dari apa yang dia
lakukan kepadaku, sudah bisa kupahami Lanang punya keinginan untuk
bersenggama dan kini aku akan dijadikan betinanya. Tidak kusadari akibat
remasan dan sentuhan jemarinya, kedua buah dadaku keluar dari bhku, dan
tampaklah gundukan buah dadaku yang putih dan menantang dengan puting
susuku yang mengeras sebesar biji lengkeng berwarna merah kecoklatan.
Kulihat wajah Lanang menunduk dan
“aaaahhhhh …. oooohhhh!!” aku menjerit kecil
Ternyata ia sedang menyedot puting susuku sehingga darahku semakin
berdesir dan aaaah….aku semakin tak tahan akibat ulah Lanang . Mungkin
merasa menganggu akitifitasnya, BHku ditariknya dengan kasar hingga
terlepas dari badanku.
Aku tidak tahu lagi, beberapa lama buah dadaku menjadi santapan napsu
pemuda ini. Yang aku sadari hanya rintihan kecil dan manjaku terhadap
Lanang. Aku merasakan tangan kasar dan besar ini bergerak ke pinggulku.
Pinggulku diremas-remas olehnya. Tangan kasar Lanang bergerak turun dan
menelusuri paha mulusku.
“Apa ia memang pernah melakukan hal semacam ini sebelumnya?” bathinku
”kok bisa-bisanya dia mengelus-elus dan beraba bagian yang sensitif?”
Ooohhh Tuhan, aku tidak sadar kapan dia melepaskan celana dalamku.
Tiba-tiba aku sudah tidak mengenakan celana dalam lagi. Aku menjadi malu
dan merinding, maklum kendati mentalnya terbelakang, namun naluri dan
napsu jantannya bisa naik juga bila melihat daerah kewanitaanku. Daerah
kemaluanku ditumbuhi oleh bulu-bulu yang sangat lebat sekali dan
keriting. Saking lebatnya hampir menyetuh daerah pusarku. Aku menjadi
panas dingin, apalagi daerah itu mulai disentuh oleh jari jari besar dan
kasar Lanang.
Dan ketika ujung jarinya menyentuh bibir vaginaku aku tersentak dan
“Iiiiiihhhhh ….. oooooohhhh Lanang….jangan sayang …..jangan yang itu
sayang…ooohhhh Lanang …tolong sayang jangan kau sentuh vagina
kakak…kakak gak tahan ooohhh!” aku merintih tidak karuan
Jari besarnya terus bermain-main di vaginaku, belum lagi mulut besar
dan tebalnya yang terus menyedot-nyedot puting susu, sehingga aku
menjadi tidak karuan dibuatnya. Aku merasakan sesuatu keluar dari dalam
vaginaku. Ya ampun…aku telah mengeluarkan lendir dari dalam vaginaku,
cairan itu tanpa terasa telah keluar dengan sendirinya. Jari nakal
Lanang telah membuatku orgasme. Baru kali ini aku dibuat tidak karuan,
tubuhku merinding. Aku melihat Lanang menghentikan aktivitasnya sehingga
aku yang memejamkan mataku sedari tadi, perlahan membukanya dan kulihat
raut muka Lanang. Dia menatapku dengan sayu, garis matanya yang menurun
itu memenatapku. Aku dapat menangkap arti dari tatapan itu, sepertinya
dia meminta ijin untuk meneruskan aktivitasnya yakni aktivitas yang
sudah di tunggu-tunggunya. Untuk menuntaskan hasrat biologisnya. Aku
menjadi ketakutan, rasa bimbang dan ragu dari dalam diriku. Akankah aku
menyerahkan kehormatanku sebagai seorang wanita terhadap pria cacat
mental ini?? Dan apakah aku rela membiarkan tubuhku disetubuhi olehnya?
Aku melirik kepala penisnya yang menonjol dari balik celananya, sungguh
sangat besar juga penis kera ini.
Aku jadi penasaran melihat benda itu, apakah cukup muat bila memasuki
lubang vaginaku. Kutatap matanya, terpancar dimata itu permohonan yang
amat sangat. Aku menjadi tidak tega, di satu sisi dia aku memang butuh
kepuasan biologis yang telah lama tidak kudapat dari suamiku, namun di
sisi lain takut ketahuan kakek Senen atas perbuatanku ini dan
norma-norma yang berlaku.
Belum lagi gelora napsuku yang mulai terbakar akibat ulah dan
cumbuannya, vaginaku terasa berdenyut denyut. Kugapai wajah Lanang,
kuraih leher kokohnya, kubuka kaos lusuhnya dan kupeluk dia di antara
leherku. Lalu aku berbisik ke telinganya…
“Lanang, kakak tau apa yang kau inginkan, kamu minta ijin ingin menyetubuhiku kan?”
Lanang mengangguk-angguk sambil cengengesan. Baru kali ini aku
memahami seorang cacat mental yang tau sopan santun menginginkan
menyetubuhi seorang wanita sepertiku.
“Karena kamu sayang kepadaku Lanang maka kamu kakak ijinkan
menyetubuhiku, lakukanlah Lanang, kakak iklas menjadi betinamu atau
istrimu. Aku akan melayanimu Lanang sebagai seorang kekasih, sebagai
seorang istri bahkan betinamu” kataku seraya melepas celana gombrongnya
hingga menyembullah penisnya tepat di depan wajahku. Mendengar
kata-kataku Lanang lalu melepaskan pelukannya dan menetapku lalu berkata
“Uuuhhh…uuhhh…aahh…aaah!”
Walau tidak mengerti apa maksudnya, aku menjawab ya sambil
menganggukan kepalaku tanda setuju. Tangan Lanang mengangkat sebelah
pahaku, aku yang sudah rela untuk disetubuhi olehnya turut membantu
membuka kedua belah paha putih mulus dengan lebar. Lanang naik ke atas
dipan kayu memposisikan kedua pahanya di antara kedua belah pahaku. Aku
menjadi harap harap cemas, ngeri juga melihat penisnya besar dan
panjang. Walaupun keinginannya untuk bersetubuh denganku sangat tinggi,
namun karena dia baru pernah melakukannya, maka cukup sulit juga untuk
memasukan penis ke dalam liang vaginaku. Maklum ia memiliki banyak
keterbatasan, maka aku turut aktif dalam membantu menuntun penisnya ke
celah bibir vaginaku. Pelan pelan aku meraih penisnya. Cukup bergetar
juga aku dibuatnya, penis ini besar agak licin berwarna merah di
kepalanya. Kudekatkan penis Lanang kecela bibir vaginaku. Aku dapat
merasakan kepala jamur berwarna merah ini telah menyentuh bibir vaginaku
dan pelan-pelan mulai membuka belahan vaginaku. Aku menjadi bergetar
dan berdesir atas sentuhan pertama penisnya yang hangat terhadap bibir
vaginaku. Penis itu sedikit demi sedikit mulai bergerak masuk
“ooooohhhhhh ….uuuuuuuu hhhhh …… yaaaa tuhaaaaannnnn …..eeeeeeehhhh!”
Kepala dan batang penis Lanang semakin bergerak masuk. Aku tidak
mengetahui bahwa penis ini mempunyai luas lingkaran 13 cm dengan panjang
15 cm. Jadi bisa dibayangkan hampir menyamai penis manusia dewasa pada
umumnya.
“Ukkhh …. ukkkhhh…ukkkkhh!” suara Lanang di tengah rintihanku.
“Ya Lanang pelan-pelan…sakit” rintihku “oohhhhh…aaaauuuuww …Ssssstttt…iiiiihh!”
Penis Lanang semakin masuk ke dalam liang vaginaku.
Tanganku meraba belahan bibir vaginaku, sudah separuh masuk. Lanang terus mendorong penisnya.
“Ohhhhhh Lanang pelan-pelan sayang …. sakit….aahhhhhh!” jeritanku semakin tinggi sampai air mataku keluar
Tanganku kembali meraba lubang vaginaku, ternyata penisnya telah
masuk semua ke lubang vaginaku. Bercucuran air mataku di pipiku.
Ternyata ia tahu punya perasaan halus juga. Dia mengusap air mataku
dengan penuh kasih sayang. Aku diperlakukan seperti layaknya wanita,
suamiku saja sudah hampir tidak pernah begini. Kemudian tanpa terasa dia
telah menggoyangkan pantatnya maju mundur dan
“ooooohhhhhh …Lanang …zzzzzzhhhhhh…uuhhh!!”
Kini penis Lanang bergerak bebas keluar masuk di dalam lobang
vaginaku yang telah basah akibat lendir lendir dari dalam liang vaginaku
telah sedikit demi sedikit telah membanjiri ruangan pengap itu. Sakit
yang aku rasakan sekarang mulai berkurang, yang kini berganti dan
kurasakan kenikmatan..
“Auuuuw …yaaaaaa …… Lanang terus sayang …oooohhhhh … Lanang!” erangku menahan nikmat
Kini pinggulku turut membantu pergerakan pinggulnya. Kadang pantatku
kunaikan mengiringi goyangan pantatnya. Kadang ke kiri dan ke kanan.
Gila…sepertinya aku mengalami orgasme aku sepertinya akan keluar
“Oooohhhhh ….. Lanang ……yaaa…ooohhhh!!”
Aku mengeluarkan cairan klimaksku tapi Lanang belum selesai bahkan
kian ganas. Pinggulnya maju mundur semakin cepat dan tak lama kemudian
aku merasakan seperti mau keluar lagi.
“ooohhhhh ….aku keluar lagi….seeeet … siiiiirr!!” diiringin dengan eranganku
Aku merasakan penis Lanang berkedut-kedut dan pasti Lanang akan
mencapai klimaksnya dia akan menumpahkan spermanya. Belum selesai
batinku berkata… “croooottttt ………… sruutttt ……… croootttttt” penis
Lanang mengeluarkan air maninya di dalam liang vaginaku.
Kujepit pinggul Lanang dan kupeluk dia kuat kuat. Liang vaginaku kini
dibanjiri oleh sperma Lanang yang terasa panas sekali, cairan itu
tumpah menjadi satu dengan cairan kewanitaanku. Cukup kental dan banyak
sekali, seolah lengket seperti lem, air mani Lanang tidak tumpah di luar
vaginaku. Kudorong tubuh Lanang agar dia terlemtang diampingku lalu
aku tidur di atas tubuhnya. Kelamin kami masih tetap bersatu, aku
sepertinya tidak mau melepaskan penis Lanang dalam vaginaku. Entah
kenapa aku semakin menikmati penis Lanang kera jantan ini berlama –lama
di dalam liang vaginaku. Akhirnya aku tertidur pulas di atas tubuh
Lanang hingga beberapa lama akhirnya aku terbangun dan kulihat ia sudah
tidak di sampingku lagi. Kulihat BH dan celana dalamku berserakan. Aku
menggerakan pahaku dan terasa nyeri sekali, kulihat lubang vagina penuh
dengan air maniku dan Lanang. Kuraba cairan kental kami masih menyatu di
dalam liang vaginaku. Akibat gerakanku mau tidak mau sebagian mengalir
dari kedua belah pahaku. Kubiarkan saja sisa sperma Lanang di kedua
pahaku karena cukup banyak akhirnya kuseka dengan tanganku, rasanya
lengket seperti lem uhu, tercium bau sperma di tanganku. Akupun
tersenyum mengingat kejadian yang barusan aku alami. Tidak kusangka
pemuda idiot itu ternyata cukup pintar menyetubuhiku dengan hebatnya dan
yang lebih membuatkan tak habis pikir aku malah menikmati permainan ini
dengan penuh kasih sayang dan keiklasan sebagai kekasihnya, kendati dia
hanyalah seorang yang mentalnya terbelakang, namun dapat juga
membangkitkan gairah wanitaku yang memang ingin melakukan hubungan
badan.
Setelah mengenakan BH dan celana dalamku, aku juga memakai daster
yang kemarin kupakai kemudian aku keluar kamar. Lalu aku mencari Lanang,
tidak taunya dia lagi duduk-duduk di bawah pondok sambil makan pisang
ambon. Aku tersenyum melihatnnya lalu kuhampiri kekasih baruku .
“uk …ukkk …. ukkk …” Lanang mengajakku mendekatinya, dia menawarkan pisang ambon kepadaku.
Aku yang lapar habis bercumbu dengan Lanang dengan senang sekali
menerima tawaran itu. Kuambil pisang yang diberikan kepadaku dan kukupas
dan kumakan. Lumayan besar juga pisang ambon tersebut, namun aku
sedikit geli sambil tersenyum karena seolah aku melihat barangnya Lanang
yang baru keluar dari sarungnnya. Setelah habis kumakan, aku memeluk
Lanang sambil kucium pipinya. Lanang balas memelukku sambil dibelainya
punggungku. Aku dipangku Lanang sambil diciumnya dan lambat laun aku
merasakan di bawah pinggulku terasakan benda keras bergerak dan menyodok
pinggulku. Aku sudah bisa menebak pasti penisnya Lanang tegang lagi.
Aku tersenyum sambil berkata,
“kenapa sayang ? punyamu bangkit lagi ya?”
Lanang menatapku “uhhh…uhh…ukkk” sambil menggukkan kepala
“Makanya jangan terlalu mesra sayang” jawabku “tuh pisangnya keluar lagi”
Kami tertawa-tawa. Lalu aku turun dari pangkuan Lanang dan kubuka
celananya, penis itu sudah dalam posisi tegak. Kusentuh benda itu dengan
tanganku dan kubelai lembut, rasanya hangat dan sedikit licin. Kutatap
Lanang dan terlihat dia terpejam ketika penisnya aku pegang. Lanang
semakin memejamkan matanya menikmati gegaman tanganku, aku berjongkok di
antara kedua paha berbulu Lanang. Tercium aroma penis Lanang, sesekali
aku cium kepala penis itu. Aroma penis Lanang sungguh merangsang hasrat
wanitaku, kuberanikan menjulurkan lidahku. Aku menjilati kepala penis
Lanang. Walau terasa sedikit jijik, namun keinginanku untuk mencoba
sensasi baru ini sangat kuat. Maklum dengan suamiku aku belum pernah
melakukannya, tetapi dengan pemuda idiot ini aku justru semakin nekat
dan ingin sekali mencobanya. Pelan-pelan kepala penis itu aku jilati,
ada sedikit lendir dan sedikit asin terasa di lidahku. Air mani Lanang
masih tersisa ketika dia tadi menggarapku.
Kucoba menjilati penis lanang secara berkeliling, makin lama makin
terasa enak dan nikmat. Lalu kucoba mengulum batang penis itu hingga
semakin keras. Aku yang sudah lupa statusku sebagai istri orang semakin
bernapsu. Penis yang berukuraan 13 cm lingkarannya dan panjanngya 15 cm
masuk juga ke dalam mulutku walau agak sesak di dalam kerongkonganku.
Semakin kupercepat kuluman dan kocokan, semakin terasa asin dan gemuk
lendir yang keluar sedikit demi sedikit dari lubang penis Lanang. Aku
seperti mendapatkan makanan baru, yakni sebuah es krim yang hangat bukan
dingin. Lumayan lama, 15 menitan aku merasakan penis Lanang berdenyut
denyut dan seeerrr …… seeeerrrr …. sesuatu yang mengalir deras dari
dalam lubang penis Lanang dan aku tersedak sebab tanpa dicegah sprema
Lanang masuk dan tertelan dan masuk dalam perutku. Lalu aku melepaskan
kulumanku terhadap penis kera besar ini, kulihat di tanganku menempel
dan meleleh sperma Lanang, sedangkan di bibirku penuh belepotan oleh
cairan itu. Tanpa terasa jijik lagi, aku yang baru pertama kali menelan
sperma langsung menjilatin bibirku sendiri dengan lidahku. Sisa-sisa
yang ada di tanganku tidak lupa habiskan juga. Sungguh tidak masuk akal
memang, aku yang biasanya selalu mengedepankan sopan santun dan adat
ketimuran jadi binal begini. Kulihat penis Lanang masih tetap tegak
dengan kerasnya, sepertinya dia tidak terasa kalau dia telah
memuncratkan spermanya ke dalam tenggorokanku. Aku jadi terpana dan
bingung harus bagaimana lagi. Pikiranku berkata
”Gila betul nih anak, seperti tidak ada capek dan lelah”
Lalu aku punya pemikiran lain, tiba-tiba aku memasukan kedua tanganku
ke dalam daster yang kupakai. Tanpa rasa malu dan kalau kalau dilihat
orang, aku menurunkan celana dalam putihku yang kupakai dan kuletakkan
di bale bambu dimana Lanang duduk. Kedua paha Lanang kuangkat ke bale
bambu, Lanang bersandar di sebuah tiang pondok. Lalu aku menaikan
dasterku, terlihat jelas bulu-bulu kemaluanku yang lebat dan keriting
yang hampir menyentuh pusarku. Aku mengangkangi kedua paha Lanang lalu
kuraih penisnya yang masih terlihat tegak dan keras. Dan tanpa ragu lagi
aku memasukan penis itu ke dalam lubang vaginaku. Karena vaginaku baru
beberapa jam yang lalu disodok olehnya, maka seperti tidak ada
penghalang lagi penis itu lalu melaju masuk kedalam liang vaginaku. Aku
sedikit menggelinjang lalu
“oooooohhhhh ……. zzzzzzzhhhhhh” erangku ketika pantatku kuturunkan, terasa penis Lanang semakin masuk.
Dalam sekejap penis Lanang sudah amblas masuk seluruhnya ke dalam
liang vaginaku. Aku aktif menggerakan pinggulku sambil berdesah tak
karuan. Lanang juga turut mendesah-desah sambil meremas buah dadaku
ketika aku yang bernafsu mengerjainnya. Pinggulku semakin liar bergerak
ke kiri dan ke kanan. Mata Lanang terpejam menikmati pekerjaanku.
Kupeluk Lanang dengan napsunya sambil pantatku tidak tinggal diam
bergerak berputar. Kurang lebih 15 menit aku meliuk-liukkan tubuhku di
atas penisnya hingga akan mencapai orgasme lagi. Lanang memelukku dengan
erat, akupun memeluknya erat-erat juga hingga seeeerrr …..seeerrrr air
maniku kembali muncrat dari dalam rahimku. Dan kurasakan juga ia
menumpahkan spermanya ke dalam rahimku. Rasanya begitu hangat dan
kental.
“Ampun Lanang …kamu memang hebat dapat memuaskanku…sungguh kakak tidak sanggup melayanimu lagi sayangku” kataku mesra
“Huuu…huuuggghhh …ukkk” gumam Lanang seperti mengerti maksudku.
“Kakak tidak tahu lagi, aku seperti ketagihan terhadap punya kamu sayang” sambil memeluk tubuh besarnya.
Penis Lanang masih menancap di dalam vaginaku. Sungguh sensi yang
luar biasa, “Lanang sayang ….. jangan kau lepaskan penismu….kakak pingin
kau peluk lama-lama seperti ini tanpa kau lepaskan penismu.”
Tidak kurang dari lima menit penis Lanang mulai mengecil dan mulai
keluar dari lubang vaginaku. Sensasi ini kunikmati dengan penuh
penghayatan dan akhirnya penis Lanang keluar dari dalam vaginaku.
Sungguh pengalaman yang luar biasa, aku memeluknya dengan hati puas.
Setelah kurang lebih lima belas menit aku turun dari pangkuan Lanang dan
kembali memakai celana dalamku. Sengaja aku tidak mencuci sperma Lanang
agar tetap terasa bila aku pulang dan tidur malamnya. Lanang kupeluk
dengan mesra sekali seakan aku tidak mau melepaskannya, rasanya ingin
bemesraan setiap saat dengannya. Maklum bagiku yang sudah lama tidak
merasakan kepuasan seks seperti ini
“Lanang” bisikku “aku menyayangimu, mencintaimu kekasihku”
Entah apa yang kukatakan sepertinya aku sudah kehilangan akal sehat
saja. Kejadian persetubuhanku dengan Lanang berlangsung sudah dua hari
lebih. Kebohonganku di rumahpun tidak diketahui oleh keluargaku.
Terkadang aku meminta, karena menemukan sensansi baru dalam hidupku,
kadang Lanang yang mencoba merayuku.
Hingga pada suatu pagi ketika aku datang, kakek Senen sedang duduk
santai. Seperti biasa aku masuk ke kamar kakek Senen mengganti baju
dengan daster. Setelah memakai daster aku mau keluar kamar, tetapi aku
terkejut melihat kakek Senen berada di depan pintu kamar dan dia berkata
“Tin …. kakek mau bicara!!”
”Mau bicara apa kek?” aku agak tegang
“Ada sesuatu yang kakek ingin katakan kepadamu…yuk kita bicara di kamar ini saja”
Aku duduk di dipan kayu kakek dan Kakek Senen pun duduk dekatku.
“Begini Tin….belakangan ini kamu sering kemari,mulai dari pagi sampai sore…Apa tidak ada yang menegurmu di rumah? keluargamu?”
“Tidak kek” sahutku “aku sudah minta ijin dan pada dasarnya mereka tidak masalah”
“Lalu gimana dengan anak-anakmu, apa tidak mencari kamu?” balas Kakek Senen.
“Dengan anak-anakku juga tidak masalah” jawabku.
“Apa ada orang yang melihatmu kemari?” tanya Kakek Senen
“Setahu saya tidak ada kek…lagian kan disini jarang dilewati kendaraan umum” balasku
“Betul Tin…cuma kakek takut kalau ada yang melihatmu sehingga terjadi apa-apa denganmu”
“Ah …. kakek tidak perlu kuatir… aku bisa jaga diri kok.”
“Ada sesuatu yang membuatmu sering ke sini?” tanya Kakek Senen lagi
“kulihat kamu dan Lanang akrab sekali Tin…bahkan sangat lengket dan
deket sekali”
“Ya itu kek ….Lanang memang lucu dan enak disuruh dan diajak bekerja,
saya juga kasihan sama dia” jawabku, saat itu dadaku makin
berdebar-debar
“Begitu” jawab kakek.
“Kenapa kek?” aku jadi penasaran.
“Kakek melihat hubunganmu dengan Lanang bukan sekedar suka atau kasihan tetapi lebih dari itu”
“Apa maksud Kakek….aku tidak mengerti?” balasku gelagapan
“Hubunganmu dengan Lanang bukan sekedar teman bermain saja…hubungan kalian telah terlalu jauh!!”
Jantungku seperti mau berhenti mendengar perkataan kakek, perasaaanku
menjadi cemas dan gelisah. Kekuatiranku yang terjadi beberapa hari ini
akankah diketahui oleh Kakek.
“Kakek melihat kamu telah melakukan hubungan badan dengan Lanang” katanya datar
Daaaaarr seperti disambar petir aku dibuatnya.
“Aaaa ..kuu, aaa … nu … kek” aku tidak dapat berkata apapun karena ketakutan setengah mati.
Rupanya kakek Senen tahu apa yang telah terjadi antara aku dengan
Lanang. Ia ternyata sempat memergoki kami ketika sedang bersetubuh tapi
tidak langsung menangkap kami malah membiarkannya saja. Kakek Senen
melanjutkan bicaranya
“Kakek tidak habis pikir kenapa itu kamu bisa melakukan itu semua?
Apa kata orang bila ada yang melihat kamu bersetubuh dengan Lanang?
Mungkin hal ini sangat aneh dan tidak masuk akal…tetapi memang benar
terjadi”
Aku tidak bisa bicara, tubuh menjadi berkeringat dingin, wajahku pucat ketakutan.
Raut mukaku berubah, kecemasan akan dilaporkan kakek menyelimuti diriku.
“Ya…kakek memahami kenapa kamu menjadi begitu bernapsu melakukan hal
itu, mungkin kedekatan kamu, keakraban kamu, canda antara kamu mungkin
membangkitan birahi…entah dari diri kamu mungkin juga dari Lanang” kata
Kakek Senen, “Kakek bukannya marah tetapi adalah kurang pantas hal itu
kamu lakukan…terlebih lagi kamu kan sudah berkeluarga. Tapi ya apa mau
dikata….mungkin itu adalah keinginanmu atau kalian berdua sama-sama
jatuh cinta…atau mungkin kehidupan seks dengan suami kamu mungkin, itu
sih kakek ga mau ikut-ikutan. Kalau memang kalian sama-sama suka, kakek
tidak bisa melarang kamu cuma tempatnya jangan di pondok ini. Kakek
takut kalau ada yang melihat … kita bisa malu Tin…bukan hanya
kamu…keluargamu…orang tuamu…suamimu…sanak famili kita”
“Huk…huk…huk” aku menangis tersedu-sedu, rasa malu bercampur sedih
dan takut merasuki diriku, “ma …..aaafkan aaa ….ku kek…Martini memang
bersalah dan tidak tahu diri.”
“Kamu tidak bersalah Tin…mungkin kamu punya keinginan lain atau
sensasi lain sehingga kamu berbuat seperti itu” jawab Kakek Senen.
“Kek…Martini mohon jangan ceritakan ini kepada orang lain…Martini
takut dan malu sekali kek!! tolong kek …… toloooonggg” hibaku.
Tangisku makin menjadi, Kakek Senen meraih pundakku dan memelukku
“Sudahlah kakek juga tidak marah, kakek juga tidak akan menceritakan
hal ini kepada siapapun termasuk Lanang, cukup kakek dan kamu saja yang
tahu…percayalah kakek berjanji. Masalah hubungan kamu dengan Lanang
kakek tidak melarang, cuma lihat tempatnya ya. Mungkin itu sudah
keinginan dari dalam dirimu, ya jadi tidak bisa dicegah.” sahutnya.
Aku menatap mata kakek, sepertinya dia jujur mengatakan hal itu. Aku
memeluk kakek. Kakek pun memelukku dengan penuh kasih sayang, rambutku
diciumnya, punggung dielus-elusnya. Aku merasakan kehangatan belaian
lembut oleh seorang kakek. Pelukan semakin erat, kakek Senen juga
melingkarkan kedua tanganya dipinggangku. Aku merasakan kedua gunung
kembarku tertempel ketat didada kurus kakek Senen. Rambutku dibelai
olehnya.
“Ya sudah jangan menangis….lebih baik kamu tenangkan hatimu dulu,
bisa jalan-jalan di kebun milik orang tuamu ini, di sini banyak
keindahan, Kakek akan menunujukan sesuatu tempat yang indah…ada kolam
air deras berbatuan….air jernih dan sejuk. Kamu bisa melihatnya. Ya
sudah lupakan semuanya, anggap tidak terjadi apa-apa”
Aku menatap kakek dan mengangguk, di dalam pelukan Kakek Senen ada
sejuta perasaan damai, tentram kehangatan yang sulit aku lukisan didalam
hati dan sanubariku. Aku bersyukur beliau begitu bijak tidak
menghakimiku sembarangan. Sehari sebelum kepulanganku aku sempat
mengunjungi kebun lagi dan kakek sengaja memberiku kesempatan bercinta
dengan Lanang sebelum besoknya aku pergi. Kami bercinta dengan panas,
aku dengan berat hati berpamitan padanya. Lanang terlihat meneteskan air
mata sedih akan kehilangan diriku. Tangisannya seperti binatang luka
mengeluarkan suara tidak jelas.
“Tenang Lanang…kakak kan masih bisa berkunjung lagi nanti-nanti. Tunggu kakak ya” aku memeluk kepalaku di dadaku menenangkannya.
Keesokan harinya aku dan anak-anakku pun meninggalkan kampung
halamanku yang telah memberiku kenangan luar biasa ini. Aku berharap ada
kesempatan untuk pulang lagi dan mengulang hal itu dengan Lanang.
SOLUSI CANTIK & PERKASA DI RANJANG
BalasHapusKLIK DI BAWAH INI
✔ Obat Pembesar Penis Vimax Asli
✔ Pelangsing Badan
✔ Obat Kuat Sex
✔ Alat Pembesar Panyudara
✔ Pemerah Bibir
✔ Perontok Bulu Kaki
✔ Cream Pemutih Wajah
✔ Obat Peninggi Badan
✔ Obat Perapat Vagina
✔ Minyak Pembesar Penis
✔ Aneka Kondom
✔ Perangsang Cair
✔ Alat Bantu Sex Pria
✔ Penghilang Bekas Luka
✔ Pemutih Kulit Ketiak
✔ Obat Bius Liquid Sex
✔ Alat Bantu Sex P/W