Hari ini aku dan Fachri sudah genap 4 ½
bulan menjalani hubungan. Di sela-sela hubunganku dan pria Arab itu, aku
juga masih menjalin hubungan dengan pria-pria yang dulu sering banget
menggenjotku di tempat Fanny keluar (menurutku mereka sudah ketagihan)
J.
Sekarang sudah jam 5 sore, berarti
suamiku sebentar lagi pulang dari kantornya. Aku dan Fachri baru saja
selesai mandi, setelah sebelumnya dia membuatku orgasme yang tak
terhitung banyaknya. Aku baru saja selesai berpakaian (daster, no bra
dan no cd) dan memakai jilbab, sementara Fachri baru saja memakai celana
panjangnya, ketika aku mendengar suara mobil berhenti di depan rumah.
Suamiku pulang! Segera saja aku mnyuruh Fachri untuk ‘berakting’ di
ruang tamu (rumah sedang kosong, Fanny dirumah ibuku).
Tak lama kemudian, suamiku masuk kedalam rumah dan langsung bertatap muka dengan Fachri.
“Mi… eh… ada tamu… siapa ya?” tanya suamiku yang segera menjabat tangan Fachri yang berdiri dan mengulurkan tangannya.
“Fachri!” katanya tegas.
“Mmh.. Tino.”
Aku segera menengahi suasana yang agak kikuk itu, “Fachri ini temanku SMA dulu mas… dia kesini mau mengkonfirm soal reunian bulan besok!”
“Oo… kok tapi tadi pintunya ditutup?” tanya suamiku curiga.
“Anu… tadi ada pengamen lewat. Males banget aku ngelayaninnya. Makanya pintunya aku tutup, eh… keenakkan ngobrol sampe lupa mbuka pintu!” jelasku asal.
“Oo… Fanny belum pulang?” tanya suamiku lagi.
“Belum!”
“Ya sudah… Mmh.. aku mandi dulu ya. Fachri, saya tinggal dulu ya…!”
“O.. Ok!”
“Mi… eh… ada tamu… siapa ya?” tanya suamiku yang segera menjabat tangan Fachri yang berdiri dan mengulurkan tangannya.
“Fachri!” katanya tegas.
“Mmh.. Tino.”
Aku segera menengahi suasana yang agak kikuk itu, “Fachri ini temanku SMA dulu mas… dia kesini mau mengkonfirm soal reunian bulan besok!”
“Oo… kok tapi tadi pintunya ditutup?” tanya suamiku curiga.
“Anu… tadi ada pengamen lewat. Males banget aku ngelayaninnya. Makanya pintunya aku tutup, eh… keenakkan ngobrol sampe lupa mbuka pintu!” jelasku asal.
“Oo… Fanny belum pulang?” tanya suamiku lagi.
“Belum!”
“Ya sudah… Mmh.. aku mandi dulu ya. Fachri, saya tinggal dulu ya…!”
“O.. Ok!”
Setelah suamiku masuk ke kamar mandi,
Fachri segera memelukku. Sambil berbisik di telingaku, dia bilang kalo
aku pinter banget bikin alasan..
“Ya… kalo nggak gitu, kita nggak bisa ngewe lagi dong…” jawabku.
Tapi Fachri tidak berkata apa-apa lagi, dia langsung mengulum bibirku yang aku balas dengan bernafsu sekali, sementara tangan si Arab itu masuk ke dalam dasterku dan melesat ke arah memekku sambil mengelus dan menggosok memekku. Sementara tanganku mengelus gundukan daging di balik celananya di arah selangkangan. Sekitar 10 – 15 menit kemudian terdengar pintu kamar mandi terbuka, aku dan Fachri segera berakting lagi pura-pura ngobrol di sofa.
“Ya… kalo nggak gitu, kita nggak bisa ngewe lagi dong…” jawabku.
Tapi Fachri tidak berkata apa-apa lagi, dia langsung mengulum bibirku yang aku balas dengan bernafsu sekali, sementara tangan si Arab itu masuk ke dalam dasterku dan melesat ke arah memekku sambil mengelus dan menggosok memekku. Sementara tanganku mengelus gundukan daging di balik celananya di arah selangkangan. Sekitar 10 – 15 menit kemudian terdengar pintu kamar mandi terbuka, aku dan Fachri segera berakting lagi pura-pura ngobrol di sofa.
Setelah berganti pakaian, Tino langsung
bergabung dengan kami. Tapi aku malas banget bila harus berakting terus.
Setelah minta ijin untuk ke belakang, aku segera pergi ke dapur. Di
dapur aku menelfon ibuku untuk menelfon ke rumah. Aku bilang supaya ibu
pura-pura menelfonku untuk menjemput Fanny. Tentu saja dia
bertanya-tanya, tapi aku menjelaskan dengan singkat alasanku. Aku bilang
ke Ibu, kalo dirumah ada selingkuahanku yang lagi ngobrol sama Tino.
Aku bilang aja kalo aku dan selingkuhanku itu lagi nanggung dan ingin
melanjutkan ‘pertempuran’ dirumah ibu. Ibuku langsung mengerti dan dalam
5 menit akan menelfon ke rumah.
Benar saja, 5 menit kemudian telfon
berbunyi. Tino yang angkat. Setelah menutup telfon, Tino bilang kalo ibu
minta Fanny dijemput, soalnya ibu mau pergi. Aku segera berganti
pakaian di kamar. Aku memakai jilbab putih, kemeja tangan panjang dan
rok lebar semata kaki. Setelah selesai berpakaian aku segera ke ruang
tamu untuk izin sama Tino. Aku segera memberi kode pada Fachri. Lalu,
dengan beralasan akan pulang, Fachri segera pamit kepada Tino, setelah
sebelumnya pura-pura menawariku tumpangan untuk mengantarkanku ke rumah
ibu. Setelah itu, aku dengan menggunakan mobil Fachri, pergi ke rumah
ibu.
Sesampainya disana, ibu tidak banyak
bertanya. Dia langsung aku kenalkan pada Fachri. Setelah itu, aku dan
Fachri segera masuk kamar ibu dan nggak keluar-keluar sampai jam ½ 9
malam. Saat itu aku sedang membersihkan batang zakar milik bapak beranak
satu itu, ketika ibu masuk ke kamar dan memberitahu kalau Tino telefon.
Setelah minta izin ke Fachri (masih bugil) aku segera keluar kamar
untuk menerima telefon Tino. Setelah selesai, aku kembali ke kamar dan
memberitahu Fachri dan ibu bahwa Tino menyuruhku segera pulang. Aku dan
Fachri segera berpakaian lalu aku pulang menggunakan taksi agar Tino
tidak curiga.
Keesokan harinya, Fachri menelfonku,
katanya dia nggak bisa ke rumahku hari ini, karena tadi malam ia hrs
melayani istrinya yang minta ML J. Terus aku juga bilang kalo nggak
kerumah gak papa, soalnya ibu dan kakaknya Tino akan datang malam ini
dan mungkin menginap selama 3 hari.
Aku nggak tahu apa urusan mertuaku itu
datang kesini, apalagi Mbak Tammy juga ikut. Aku gak pernah suka sama
kakak perempuan Tino itu. Sudah gendut, cerewet, selalu iri dengan
penampilanku, bawel, suka ikut campur… uuugghh… pokoknya semua hal yang
negatif ada di dia deh…. Tapi yang membuatku agak senang, Mas Pras
(suaminya Tammy) ikut juga ke sini. Aku bingung, padahal Mas Pras itu
ganteng, tinggi, baik, lucu ,ramah… kok mau ya sama si Tammy gembrot
itu? Cocoknya, Mas Pras itu dapet perempuan sexy kayak adik iparnya ini…
tapi, sudahlah….
Mereka datang sekitar jam 5 sore. Tino
menjemput mereka di Gambir. Setelah berbasa-basi nggak jelas dengan ibu
mertuaku itu, aku langsung ke dapur untuk membuatkan minum dan
menyiapkan makan malam.
Jelas-jelas aku sibuk, si gembrot itu
bukannya mbantuin, malah mencela aku. “Kamu kok kayak males-malesan gitu
sih Mi kerjanya? Nggak ikhlas aku dateng?”
RESEEE….. !!!!
RESEEE….. !!!!
Biarpun begitu, Mas Pras malah ndatengin
aku ke dapur setelah si babon itu pergi, “Udah Mi, jangan dipikirin.
Kamu kan tahu… si Tammy memang begitu orangnya.”
“Iya Mas, nggak papa!”
“Ngomong-ngomong, kamu kok kayaknya makin cantik ya Mi apalagi memakai jilbab…” kata Mas Pras memujiku.
“Ah… Mas Pras bisa aja. Tapi Mas Pras juga makin ganteng kok…” balasku sambil memukul pelan pundak pria gagah ini.
“Kamu bercanda apa serius nih?”
“Serius!!!”
“Ya udah… aku kan emang ganteng!” sahut Mas Pras sambil tertawa.
Aku juga ikut tertawa sambil mencubiti Mas Pras di bahunya yang keras dan kekar itu.
“Udah ah…” potongku, “nanti Mbak Tammy denger, terus curiga lagi!”
“Iya… ya udah… aku ke depan dulu ya?!”
“Lho, nggak mau nemenin aku di belakang nih?”
“Ntar aja… aku nanti balik lagi!”
“Kapan?”
“Mmmhh… maunya kapan?”
“Nanti malem aja!”
“Lho… kok nanti malem?” tanya Mas Pras bingung.
“Iya….” Sahutku, “nanti malem aja. Pas semua sudah pada tidur…”
“Maksudmu?” tanya Mas Pras sambil mendekati aku.
“Mmmhhh… nanti malem aku tunggu di kamarnya Fanny!” bisikku.
“Terus ngapain?” tanya Mas Pras sambil terus merapatkan tubuhnya ke tubuhku.
“Terus… kita… “ belum selesai aku bicara, Mas Pras, dengan lembutnya, memeluk dan mengecup bibirku.
“Mas… nanti ada yang….” Tapi sisa kata-kataku hanya menggantung di udara. Mas Pras malah langsung mengulum bibirku sambil tangannya dilingkarkan ke tubuh setengah horny ini dan meremas kedua belahan pantatku. Mendapat perlakuan demikian, aku langsung membalas kuluman itu dengan memainkan lidahku didalam mulut Mas Pras.
“Iya Mas, nggak papa!”
“Ngomong-ngomong, kamu kok kayaknya makin cantik ya Mi apalagi memakai jilbab…” kata Mas Pras memujiku.
“Ah… Mas Pras bisa aja. Tapi Mas Pras juga makin ganteng kok…” balasku sambil memukul pelan pundak pria gagah ini.
“Kamu bercanda apa serius nih?”
“Serius!!!”
“Ya udah… aku kan emang ganteng!” sahut Mas Pras sambil tertawa.
Aku juga ikut tertawa sambil mencubiti Mas Pras di bahunya yang keras dan kekar itu.
“Udah ah…” potongku, “nanti Mbak Tammy denger, terus curiga lagi!”
“Iya… ya udah… aku ke depan dulu ya?!”
“Lho, nggak mau nemenin aku di belakang nih?”
“Ntar aja… aku nanti balik lagi!”
“Kapan?”
“Mmmhh… maunya kapan?”
“Nanti malem aja!”
“Lho… kok nanti malem?” tanya Mas Pras bingung.
“Iya….” Sahutku, “nanti malem aja. Pas semua sudah pada tidur…”
“Maksudmu?” tanya Mas Pras sambil mendekati aku.
“Mmmhhh… nanti malem aku tunggu di kamarnya Fanny!” bisikku.
“Terus ngapain?” tanya Mas Pras sambil terus merapatkan tubuhnya ke tubuhku.
“Terus… kita… “ belum selesai aku bicara, Mas Pras, dengan lembutnya, memeluk dan mengecup bibirku.
“Mas… nanti ada yang….” Tapi sisa kata-kataku hanya menggantung di udara. Mas Pras malah langsung mengulum bibirku sambil tangannya dilingkarkan ke tubuh setengah horny ini dan meremas kedua belahan pantatku. Mendapat perlakuan demikian, aku langsung membalas kuluman itu dengan memainkan lidahku didalam mulut Mas Pras.
Sedang nikmat-nikmatnya aku mencium Mas Pras, tiba-tiba ada yang memanggilku.
“Mami…”
Kami berdua tersentak kaget, dan langsung mengambil posisi berjauhan yang tampak aneh sekali. Ternyata yang memanggil adalah Fanny.
“Aduh… kamu bikin mami kaget, Fan…. Kenapa?”
“Mami lagi ngapain?”
“Mami lagi ngelapas kangen sama Om Pras… Iya kan Om…” sahutku asal sambil melirik Mas Pras.
“Iya Fan… tapi jangan bilang ke papi ya…”
“Iya Om….”
“Kenapa kamu nyari mami?” tanyaku ketika sudah sedikit tenang.
“Aku laper… mau makan…”
“Ooo… ya udah.. kamu panggil papi sama nenek gih… bilang makan malam siap habis shalat maghrib. Ya…?”
Setengah berlari, Fanny langsung pergi ke ruang tengah. Ketika aku berjalan menyusul Fanny, Mas Pras dengan isengnya meremas pantatku.
“Aahh… Mas Pras iseng nih… dah nggak sabar ya?”
“Iya…!!”
“Tahan sedikit dong! Eh… mau lihat itunya dong Mas?” pintaku sedikit manja.
Mas Pras langsung menurunkan relsletingnya dan mengeluarkan batangannya sendiri. Lalu aku kembali mendekati Mas Pras lalu menngenggam kontolnya itu.
“Sabar ya dik… nanti malem kamu boleh masuk kesini deh.” Kataku sambil menempelkan kepala kontol besar yang setengah bangun itu ke arah memekku yang ada dibalik g-stringku yang masih tersembunyi di balik rok panjangku yang sudah terangkat bagian depannya.
“Mi…” kata Mas Pras, “buka dong cd mu!”
Tanpa banyak komentar, aku langsung menurunkan cd ku dan kembali menempelkan palkon Mas Pras di belahanku ini.
“Sabar ya Mas… aku juga dah nggak tahan!” bisikku pada Mas Pras.
“OK!” jawabnya singkat.
Kami berdua tersentak kaget, dan langsung mengambil posisi berjauhan yang tampak aneh sekali. Ternyata yang memanggil adalah Fanny.
“Aduh… kamu bikin mami kaget, Fan…. Kenapa?”
“Mami lagi ngapain?”
“Mami lagi ngelapas kangen sama Om Pras… Iya kan Om…” sahutku asal sambil melirik Mas Pras.
“Iya Fan… tapi jangan bilang ke papi ya…”
“Iya Om….”
“Kenapa kamu nyari mami?” tanyaku ketika sudah sedikit tenang.
“Aku laper… mau makan…”
“Ooo… ya udah.. kamu panggil papi sama nenek gih… bilang makan malam siap habis shalat maghrib. Ya…?”
Setengah berlari, Fanny langsung pergi ke ruang tengah. Ketika aku berjalan menyusul Fanny, Mas Pras dengan isengnya meremas pantatku.
“Aahh… Mas Pras iseng nih… dah nggak sabar ya?”
“Iya…!!”
“Tahan sedikit dong! Eh… mau lihat itunya dong Mas?” pintaku sedikit manja.
Mas Pras langsung menurunkan relsletingnya dan mengeluarkan batangannya sendiri. Lalu aku kembali mendekati Mas Pras lalu menngenggam kontolnya itu.
“Sabar ya dik… nanti malem kamu boleh masuk kesini deh.” Kataku sambil menempelkan kepala kontol besar yang setengah bangun itu ke arah memekku yang ada dibalik g-stringku yang masih tersembunyi di balik rok panjangku yang sudah terangkat bagian depannya.
“Mi…” kata Mas Pras, “buka dong cd mu!”
Tanpa banyak komentar, aku langsung menurunkan cd ku dan kembali menempelkan palkon Mas Pras di belahanku ini.
“Sabar ya Mas… aku juga dah nggak tahan!” bisikku pada Mas Pras.
“OK!” jawabnya singkat.
Malamnya, sekitar jam ½ 1, aku bangun
dari tempat tidurku dan mulai mempreteli semua pakain yang menempel
ditubuhku. Untuk menutupi tubuh telanjangku, aku hanya memakai daster
tanpa lengan. Setelah melihat suamiku yang tertidur pulas, aku berjalan
mengendap keluar kamar menuju kamar Fanny. Sesampainya di sana, aku
melihat Fanny tertidur pulas sekali, tapi Mas Pras belum datang. Sekitar
5 menit kemudian, Mas Pras, yang hanya memakai celana pendek, masuk ke
kamar Fanny. Saat itu aku tengah berbaring terlentang di samping Fanny.
Aku mengangkang lebar memamerkan liang yang sebentar lagi akan dimasuki
oleh batang besar milik kakak iparku ini.
“Bagus banget bentuknya, Mi!” bisik Mas Pras.
“Buat Mas!” jawabku singkat.
Lalu Mas Pras mulai naik ke tempat tidur Fanny dan langsung memeluk dan mengulum bibirku. Tangan kanannya langsung melesat ke arah memekku dan mulai meraba, mengelus dan menggosok kelentitku. Pada saat yang bersamaan, aku mulai melepas celana pendeknya dan mencoba untuk menggenggam kontol yang setengah bangun itu. Setelah dapat, aku mulai mengocoknya perlahan-lahan. Semua gerakan yang kami buat, kami lakukan dengan pelan-pelan sekali. Kami berusaha untuk tidak grasak-grusuk, supaya tidak membuat suara-suara yang dapat membangunkan seluruh isi rumah. Akibatnya, nafsu kami sudah tidak dapat terbendung lagi. Cairan pelumasku cepat sekali keluarnya, begitu juga Mas Pras. Kontolnya menegang dengan cepat sekali.
“Gimana Mas?” tanyaku, “langsung aja ya?”
Tapi Mas tidak menjawab, dia hanya bangikt dan berlutut di hadapanku dan mulai mengarahkan senjatanya itu langsung ke sasarannya. Perlahan-lahan. Kontolnya mulai memasuki liang memekku. Lalu Mas Pras sambil setengah berlutut, berbaring tengkurap diatasku, rapat sekali. Aku faham, ini untuk meminimalisasi gerakan dan suara yang pasti keluar. Memahami hal ini, aku langsung melingkarkan kakiku ke bagian atas pinggulnya, sementara tanganku aku lingkarkan di lehernya. Tusukan-tusukan Mas Pras sangat lembut namun mantap sekali di dalam memekku.
“Enak banget Mas!” bisikku di telinga Mas Pras.
“Tahan Mi. Kita tukar posisi. Jangan sampai lepas ya?!” kata Mas Pras.
Lalu kami mulai berputar untuk bertukar posisi.
“Bagus banget bentuknya, Mi!” bisik Mas Pras.
“Buat Mas!” jawabku singkat.
Lalu Mas Pras mulai naik ke tempat tidur Fanny dan langsung memeluk dan mengulum bibirku. Tangan kanannya langsung melesat ke arah memekku dan mulai meraba, mengelus dan menggosok kelentitku. Pada saat yang bersamaan, aku mulai melepas celana pendeknya dan mencoba untuk menggenggam kontol yang setengah bangun itu. Setelah dapat, aku mulai mengocoknya perlahan-lahan. Semua gerakan yang kami buat, kami lakukan dengan pelan-pelan sekali. Kami berusaha untuk tidak grasak-grusuk, supaya tidak membuat suara-suara yang dapat membangunkan seluruh isi rumah. Akibatnya, nafsu kami sudah tidak dapat terbendung lagi. Cairan pelumasku cepat sekali keluarnya, begitu juga Mas Pras. Kontolnya menegang dengan cepat sekali.
“Gimana Mas?” tanyaku, “langsung aja ya?”
Tapi Mas tidak menjawab, dia hanya bangikt dan berlutut di hadapanku dan mulai mengarahkan senjatanya itu langsung ke sasarannya. Perlahan-lahan. Kontolnya mulai memasuki liang memekku. Lalu Mas Pras sambil setengah berlutut, berbaring tengkurap diatasku, rapat sekali. Aku faham, ini untuk meminimalisasi gerakan dan suara yang pasti keluar. Memahami hal ini, aku langsung melingkarkan kakiku ke bagian atas pinggulnya, sementara tanganku aku lingkarkan di lehernya. Tusukan-tusukan Mas Pras sangat lembut namun mantap sekali di dalam memekku.
“Enak banget Mas!” bisikku di telinga Mas Pras.
“Tahan Mi. Kita tukar posisi. Jangan sampai lepas ya?!” kata Mas Pras.
Lalu kami mulai berputar untuk bertukar posisi.
Setelah aku berada diatas, aku mulai
menggenjot Mas Pras. Mulai dari putaran pinggulku sampai gerakan-gerakan
erotis yang membuat Mas Pras merem melek. Tangannya meremas dengan kuat
kedua toketku. Setelah itu, gantian aku yang merebahkan tubuhku diatas
tubuh Mas Pras. Sambil meremas kedua pantatku, ia mulai menggasak memek
adik iparnya ini dari bawah. Efeknya jelas sekali terasa. Aku mulai
merasa orgasmeku akan datang. Lalu aku mulai mengolah sendiri orgasmeku
itu. Masih ditengah-tengah tusukan-tusukan Mas Pras, aku
memutar-mutarkan pinggulku. Benar saja… tak lama kemudian, aku dapet.
Uuuhhh…. Enak banget!
Mengetahui hal ini, Mas Pras makin
mempercepat gerakannya sendiri untuk mengejar orgasmenya. Dan itu tidak
lama kemudian. Dia memuntahkan seluruh pejunya didalam memekku.
Setelah selesai membuang kotoran kami
masing-masing, aku dan Mas Pras segera ke kamar mandi untuk membersihkan
tubuh kami. Sambil masih bertelanjang bulat, kami segera bergegas untuk
kembali kekamar kami. Di depan kamarku, Mas Pras memeluk ku dan
berkata, “Terima kasih ya Mi… malam ini aku puas banget!” lalu dia
mengulum bibirku.
“Sama-sama Mas… aku juga puas banget. Kira-kira, besok bisa beginian lagi gak ya….??”
“Aku nggak tahu…. Tapi aku coba cari cara. OK?!”
“Sama-sama Mas… aku juga puas banget. Kira-kira, besok bisa beginian lagi gak ya….??”
“Aku nggak tahu…. Tapi aku coba cari cara. OK?!”
Setelah itu, aku masuk ke kamarku dan
segera berbaring di samping Tino. Belum lama aku merebahkan badanku,
Tino minta jatah hariannya.
“Mi,… ML dong!” katanya.
“Anuku lagi perih mas… nggak tau kenapa!”
“Oo.. terus nggak bisa ML dong?”
“Aku kocokin aja ya….”
“Ya udah deh… nggak papa!”
Sambil tersenyum dalam hati, aku segera mengocok kontol suamiku ini. Aku bergumam dalam hati, “bukannya perih karena apa-apa sih Mas… tapi memekku habis dihajar sama kakak ipar lo! Mana kontolnya gede banget!” J
“Anuku lagi perih mas… nggak tau kenapa!”
“Oo.. terus nggak bisa ML dong?”
“Aku kocokin aja ya….”
“Ya udah deh… nggak papa!”
Sambil tersenyum dalam hati, aku segera mengocok kontol suamiku ini. Aku bergumam dalam hati, “bukannya perih karena apa-apa sih Mas… tapi memekku habis dihajar sama kakak ipar lo! Mana kontolnya gede banget!” J
*****
Paginya, suamiku berangkat ke kantor
seperti biasa. Sementara mertuaku dan si gembrot pergi nggak tahu
kemana. Mas Pras pergi mengantar mereka. Aku dirumah sendirian. Fanny
tentu saja sedang berada di sekolahnya dan Fachri berjanji akan
menjemput dan mengantarnya. Sekitar jam 1an, saat itu aku sedang
asik-asiknya mencukur bulu yang ada di sekitar kemaluanku, ada suara
mobil parkir di depan rumah. Setelah mengintip sebentar keluar jendela
kamar, aku langsung pergi ke depan untuk membukakan pintu. Karena aku
tahu yang datang Fachri, makanya aku hanya pakai daster dan jilbab.
“Halo yang…” sambutku pada pria Arab itu.
“Halo juga sexy….” Jawabnya sambil memeluk tubuh polos ini, lalu mengulum bibirku.
“Kok Tante pentil teteknya kelihatan?” tanya Haikal, anak Fachri.
“Tante lagi lagi malas pakai daleman Ikal…” jawabku sambil menunjukkan menunjuk tetekku ke arahnya.
Sambil meremas tetekku, Fachri berkata, “Tante mau ngentot ama papa ya!”
“iya….” Sahutku.
“Halo juga sexy….” Jawabnya sambil memeluk tubuh polos ini, lalu mengulum bibirku.
“Kok Tante pentil teteknya kelihatan?” tanya Haikal, anak Fachri.
“Tante lagi lagi malas pakai daleman Ikal…” jawabku sambil menunjukkan menunjuk tetekku ke arahnya.
Sambil meremas tetekku, Fachri berkata, “Tante mau ngentot ama papa ya!”
“iya….” Sahutku.
Sambil menggandeng tangan Fachri, Fachri
mengajakku ke kamar mandi untuk menemaninya buang air kecil. Momen ini
kami manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Celana Fachri langsung aku
preteli dan akibatnya…. Kami ngewe di kamar mandi!
Setelah selesai, aku langsung berlutut di hadapannya dan menghisap serta menjilati sisa peju yang ada di kontolnya.
Karena kami tidak menutup pintu kamar mandi, makanya anak-anak kami dengan mudah masuk dan ikut menonton aksi kami. Setelah selesai, Fachri segera mengenakan bajunya lagi. Sementara tubuh indahku ini hanya aku tutupi dengan daster. Setelah kurang lebih 15 menit kemudian, Fachri dan Haikal pulang.
Setelah selesai, aku langsung berlutut di hadapannya dan menghisap serta menjilati sisa peju yang ada di kontolnya.
Karena kami tidak menutup pintu kamar mandi, makanya anak-anak kami dengan mudah masuk dan ikut menonton aksi kami. Setelah selesai, Fachri segera mengenakan bajunya lagi. Sementara tubuh indahku ini hanya aku tutupi dengan daster. Setelah kurang lebih 15 menit kemudian, Fachri dan Haikal pulang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar