Malam itu aku baru pulang. Aku dan Andre
habis dari jalan-jalan. Sekarang jam 12 malam. Suamiku tentu saja sudah
tidur, tapi nggak apa-apa… aku bawa kunci rumah. Sebelum berangkat tadi
sore, aku bilang ke suamiku, kalau aku mau ke rumah Rieke… dan dia
percaya!
Pas mau turun mobil (parkir di 2 rumah sebelum rumahku. Kebetulan tempat
itu sepi dan gelap, karena samping kanannya adalah taman kompleks, dan
sebelah kirinya lapangan bulu tangkis), Andre minta aku untuk blowjob.
Aku nggak mau… aku maunya ML. Ya sudah, akhirnya kami bertempur di
mobilnya Andre. Kami tidak mau repot-repot… karena memang aku tidak
mengenakan bh dan celana dalam (aku sudah siap-siap). Aku hanya
mengenakan jilbab, baju kurung selutut dan rok lebar semata kaki .
Praktis kan? Tinggal menaikan rok, pindah ke jok belakang dan ML dengan
posisi duduk. Aku diatas, dipangku Andre. Setelah selesai, aku masuk ke
rumah dengan memek penuh spermanya Andre yang juga menetes di pahaku.
Sebelum ke tempat tidur, aku ke kamar mandi, nyuci memek, bersihin
make-up pakai lingerie (tapi nggak pakai dalaman), terus tidur deh…
Sekitar jam ½ 5an, suamiku bangun untuk minta jatah. Aku bilang aja begini, “Nggak sekarang ya mas… aku lagi nggak mood. Aku capek banget. Maaf ya mas…!”
Terus kata suamiku, “Ya sudah, nggak apa-apa.” Lalu dia turun dari tempat tidur dan langsung ke kamar mandi. Aku rasa dia masturbasi,… soalnya sudah 3 hari nggak dapet jatah. Aku senyam-senyum sendiri… “Kavlingnya sekarang punya orang banyak. Kalo’ mau pake, izin dulu… mentang-mentang resmi di depan penghulu, belum berarti tubuhku dan semua anggotanya jadi properti pribadi, hihihi…..” kataku dalam hati. Lalu aku tidur lagi, dan baru bangun jam 10 pagi, tentu saja Tino sudah berangkat.
Sekitar jam ½ 5an, suamiku bangun untuk minta jatah. Aku bilang aja begini, “Nggak sekarang ya mas… aku lagi nggak mood. Aku capek banget. Maaf ya mas…!”
Terus kata suamiku, “Ya sudah, nggak apa-apa.” Lalu dia turun dari tempat tidur dan langsung ke kamar mandi. Aku rasa dia masturbasi,… soalnya sudah 3 hari nggak dapet jatah. Aku senyam-senyum sendiri… “Kavlingnya sekarang punya orang banyak. Kalo’ mau pake, izin dulu… mentang-mentang resmi di depan penghulu, belum berarti tubuhku dan semua anggotanya jadi properti pribadi, hihihi…..” kataku dalam hati. Lalu aku tidur lagi, dan baru bangun jam 10 pagi, tentu saja Tino sudah berangkat.
Sekitar jam 11an, aku mandi. Rumahku sepi
sekali. Pembantuku belum pulang, Fanny sedang dirumah ibuku. Andre
kerja… Alex belum pulang dari Surabaya. Aah…. Dengan suasana seperti
ini, aku jadi hanya pakai daster (no bra no cd). Daripada iseng, aku
nonton dvd blue aja sambil mbayangin Alex dan Andre. Sekitar jam 1an,
suamiku telfon. Katanya dia malam ini nggak pulang, karena proyeknya di
Sukabumi harus sudah selesai besok pagi. Setengah nggak percaya, aku
menelfon hp-nya Andre untuk memastikan, ternyata benar! Tapi, baru saja
aku akan menyuruh Andre menginap di rumah, Andre bilang kalo’ dia juga
harus kesana. “Aahh…. Sial banget! BT!”
Dari pada bengong di rumah, akhirnya aku
memutuskan untuk ke mal. Aku mau belanja saja. Ya sudah… aku memacu
mobil ke mal. Sekitar 1 jam aku disitu, ada seorang pria menghampiriku.
Pada saat itu, aku sedang makan di restoran. Kami berkenalan dan
ngobrol-ngobrol. Nama orang itu, Vito. Dia sudah menikah dan sedang
menantikan kelahiran anak pertamanya. Sekarang, istrinya sedang dirumah
orang tuanya, dan dia sendiri baru pulang kantor. Singkat cerita, kami
akan bertemu malam ini, dirumahku. Tapi dia akan ke mertuanya dulu untuk
melihat istrinya. Karena sudah tukeran no Hp, kami janjian lewat
telfon. Akhirnya, Vito bilang kalau dia akan datang kerumahku jam 9
malam. Setelah aku memberikan alamatku, kami menyudahi pembicaraan
telfon.
Vito mau datang jam 9… sekarang baru jam ½
8. “Aah… lama banget!” pikirku. Aku memakai jilbab biru muda seperti
yang dipakai ineke, kemeja yang pas di badan berwarna biru terang dengan
celana panjang hitam. sementara di dalam aku pakai g-string hitam
tembus pandang. Buat atasannya, aku pakai tanktop model tali yang agak
longgar, sehingga toketku bisa bergerak bebas (aku nggak pakai bh), Pas
jam 9 lewat 10, Vito datang… “Ganteng banget sih ni orang!” pikirku.
Kami duduk-duduk di ruang tv sambil
ngobrol-ngobrol, ngopi dan merokok. Sambil ngobrolin tentang keluarga
kami masing-masing, Vito menyelingi dengan pujian-pujian seputar
keindahan dan kemontokkan tubuhku. Aku kan jadi GR!!! Vito bercerita
dengan jujur, bahwa semasa istrinya hamil ini, dia juga ‘jajan’ ke
wanita-wanita lain. Seperti ; sepupu istrinya, istri teman kantornya,
beberapa anak SMU dan SMP dan juga beberapa teman istrinya.
“Aku kan juga pingin ‘ginian’ Mi…” kata Vito sambil menjepitkan ibu jari tangan kanannya di jari tengah dan telunjuknya.
“Iya lah… aku ngerti kok!” kataku bersimpati.
Sekitar jam ½ 11, Vito numpang ke kamar mandi. Dia mau mandi, gerah katanya. Ya sudah… dia kusuruh mandi dikamar mandi ruang tidurku. Karena kamar mandi tamu sedang rusak ledengnya.
“Numpang mandi ya Mi…” kata Vito.
“Iya… iaya…” sahutku.
Vito baru saja masuk kekamar mandi, dan aku mau keluar kamar, tiba-tiba aku terasa mau pipis. Daripada ngompol, aku ketok aja kamar mandi. “Vito, aku mau pipis nih… bukain pintu dong?!”
Pas pintu kamar mandi dibuka, aku disuguhkan pemandangan indah. Penis Vito setengah tegang, dan itu saja sudar besar. Aku sampai menelan ludah, “Glk…. Gede banget!” gumamku.
“Ya sudah….” Kata Vito, “katanya mau pipis?!”
Setelah selesai pipis (belum cebok), Vito tiba-tiba memegang tanganku dan menyuruhku berdiri. Dia melepas jilbabku (cd dan celana panjangku sudah ku lepas dari tadi) dan menanggalkan kemeja dan tanktopku. Kini aku bugil. Kemudian, Vito memelukku dari belakang, dia menciumi leherku dan membasuh vaginaku, dengan posisi; tangan kanannya menyirami memekku dan tangan kirinya mengelus-elus barang kesayanganku itu.
“Aku kan juga pingin ‘ginian’ Mi…” kata Vito sambil menjepitkan ibu jari tangan kanannya di jari tengah dan telunjuknya.
“Iya lah… aku ngerti kok!” kataku bersimpati.
Sekitar jam ½ 11, Vito numpang ke kamar mandi. Dia mau mandi, gerah katanya. Ya sudah… dia kusuruh mandi dikamar mandi ruang tidurku. Karena kamar mandi tamu sedang rusak ledengnya.
“Numpang mandi ya Mi…” kata Vito.
“Iya… iaya…” sahutku.
Vito baru saja masuk kekamar mandi, dan aku mau keluar kamar, tiba-tiba aku terasa mau pipis. Daripada ngompol, aku ketok aja kamar mandi. “Vito, aku mau pipis nih… bukain pintu dong?!”
Pas pintu kamar mandi dibuka, aku disuguhkan pemandangan indah. Penis Vito setengah tegang, dan itu saja sudar besar. Aku sampai menelan ludah, “Glk…. Gede banget!” gumamku.
“Ya sudah….” Kata Vito, “katanya mau pipis?!”
Setelah selesai pipis (belum cebok), Vito tiba-tiba memegang tanganku dan menyuruhku berdiri. Dia melepas jilbabku (cd dan celana panjangku sudah ku lepas dari tadi) dan menanggalkan kemeja dan tanktopku. Kini aku bugil. Kemudian, Vito memelukku dari belakang, dia menciumi leherku dan membasuh vaginaku, dengan posisi; tangan kanannya menyirami memekku dan tangan kirinya mengelus-elus barang kesayanganku itu.
Ternyata tidak sampai disitu saja. Vito
mulai memainkan jarinya, keluar masuk lubang itilku sambil sesekali
menggosok kelentitku. Ketika aku mulai mendesah keenakkan, tangan kanan
Vito bergerak kearah payudaraku. Toketku itu, diremas bergantian.
Sementara mulutnya mulai mengulum bibir dan menghisap lidahku. Tak lama
kemudian, aku mengajak Vito ke tempat tidur. Setelah duduk di pinggiran
spring bed, aku segera membuka kakiku lebar-lebar, mengundang lidah Vito
untuk bermain dan menari di lubang tempat Fanny keluar dulu.
Desahan kenikmatanku makin keras, dan pada saat yang bersamaan…. Cairan pelumasku keluar. Tanpa banyak argumen, Vito segara memasukkan barangnya yang besar, panjang dan keras itu ke tempat yang seharusnya. Dia mulai merangsak maju mundur, sementara kedua tangannya menopang tubuhnya di kedua sisi tubuhku. Tusukan dan hujaman Vito sangat berirama. Segera aku ikut memutar-mutarkan pinggulku untuk merespon Vito. Desahan kenikmatanku keras sekali terdengar, sehingga terkadang, Vito membungkamku dengan melumat bibirku dengan bibirnya. Tak lama kemudian (dengan kontolnya masih menancap di memekku) Vito menggendong dan membopongku. Lalu ia duduk di kursi di samping tempat tidur. Setelah itu, aku yang bekerja.
Desahan kenikmatanku makin keras, dan pada saat yang bersamaan…. Cairan pelumasku keluar. Tanpa banyak argumen, Vito segara memasukkan barangnya yang besar, panjang dan keras itu ke tempat yang seharusnya. Dia mulai merangsak maju mundur, sementara kedua tangannya menopang tubuhnya di kedua sisi tubuhku. Tusukan dan hujaman Vito sangat berirama. Segera aku ikut memutar-mutarkan pinggulku untuk merespon Vito. Desahan kenikmatanku keras sekali terdengar, sehingga terkadang, Vito membungkamku dengan melumat bibirku dengan bibirnya. Tak lama kemudian (dengan kontolnya masih menancap di memekku) Vito menggendong dan membopongku. Lalu ia duduk di kursi di samping tempat tidur. Setelah itu, aku yang bekerja.
Zakar Vito dikocok dengan keras dan cepat
oleh memekku. Sementara aku bergoyang naik turun memanjakan kontol gede
ini, aku berpegangan di pundak pria atletis itu, sambil tangannya
meremas kedua payudaraku. Kemudian aku mencondongkan tubuhku lebih dekat
ke tubuh Vito. Sambil menciumi bibirnya, aku menggerakkan pinggulku
semakin cepat… dan efeknya? Aku orgasme… lalu aku menurunkan tempo
pergerakanku, untuk merasakan kenikmatan ini. Vito sadar kalau lawan
mainnya ini sudah jebol, tiba-tiba dia meremas pantatku dan menusuk
vaginaku dari bawah… pelan tapi beraturan. “Anjing!” pikirku, “enak
banget!”
Ketika ada jeda dalam serangan-serangan Vito, tiba-tiba telfon di meja samping kami berbunyi.
“Sst…” bisikku, “kamu jangan ngomong dulu ya sayang!!”
Sambil berbicara di telfon (itu suamiku), aku bergerak turun naik secara perlahan-lahan. Sementara Vito menjilati putting susuku. Di tengah pembicaraan telefon, Vito berbisik, “Aku mau keluar!” Setelah aku berhenti bergerak, Vito memasukkan batangannya dalam-dalam sambil menekan pantatku. Segera aku tutup telfon dengan tanganku dan aku berteriak tertahan… memekku di semprot oleh sperma yang hangat, kental dan banyak sekali. Setelah semuanya keluar, Vito menciumi dan melumat bibirku. Kontolnya masih di dalam memekku, ketika aku melanjutkan pembicaran telfon dengan suamiku. Tak lama kemudian aku menutup telfon. Tanpa membersihkan kedua alat kelamin kami, kami berbaring kelelahan. Setelah berbaring 10 menitan… tiba-tiba aku merasa lapar sekali, dan setelah aku tanya, Vito juga.
“Sst…” bisikku, “kamu jangan ngomong dulu ya sayang!!”
Sambil berbicara di telfon (itu suamiku), aku bergerak turun naik secara perlahan-lahan. Sementara Vito menjilati putting susuku. Di tengah pembicaraan telefon, Vito berbisik, “Aku mau keluar!” Setelah aku berhenti bergerak, Vito memasukkan batangannya dalam-dalam sambil menekan pantatku. Segera aku tutup telfon dengan tanganku dan aku berteriak tertahan… memekku di semprot oleh sperma yang hangat, kental dan banyak sekali. Setelah semuanya keluar, Vito menciumi dan melumat bibirku. Kontolnya masih di dalam memekku, ketika aku melanjutkan pembicaran telfon dengan suamiku. Tak lama kemudian aku menutup telfon. Tanpa membersihkan kedua alat kelamin kami, kami berbaring kelelahan. Setelah berbaring 10 menitan… tiba-tiba aku merasa lapar sekali, dan setelah aku tanya, Vito juga.
Lalu aku keluar. Vito tetap di rumahku
(takut dilihat orang). Setelah hanya mengenakan daster (didalem gak
pakai apa-apa) dan jilbab, aku beli nasi goreng yang kebetulan lewat di
depan rumah. Lalu, aku dan Vito makan sambil masih bertelanjang bulat.
Selesai makan, kami nonton Tv di kamar tidurku (yang nonton sih Vito,
aku sibuk dengan batangannya yang aku sepong dengan beringas). Sepanjang
malam itu, kami 3 kali ML. Sekitar jam 1/6, kami tidur.
Aku kaget sekali, sekitar jam ½ 8 ada
yang memencet bel rumahku. Aku lihat, Vito masih tertidur pulas.
Bergegas aku cuci muka dan mengenakan dasterku (aku dan Vito masih
bugil). Setelah kubuka pintu, ternyata yang datang supir ibuku. Dia
mengantar Fanny pulang. Setelah itu dia pun pergi.
Setelah membangunkan Vito, aku membuatkan
sarapan. Di meja makan, aku mengenalkan Fanny ke Vito. Vito tersenyum
ketika mendengar pertanyaan polos Fanny;
“Kok Om Vito telanjang?”
“Iya. Kan habis main kuda-kudaan…”jawabku asal.
“Fanny jangan bilang ke papi ya…” kata Vito menimpali.
“Iya Om….”
“Sekarang, mami mau mandi sama Om Vito. Fanny mau ikut nggak?” kataku sambil berdiri dan menggandeng Vito.
“MAU…!!!”
“Kok Om Vito telanjang?”
“Iya. Kan habis main kuda-kudaan…”jawabku asal.
“Fanny jangan bilang ke papi ya…” kata Vito menimpali.
“Iya Om….”
“Sekarang, mami mau mandi sama Om Vito. Fanny mau ikut nggak?” kataku sambil berdiri dan menggandeng Vito.
“MAU…!!!”
Di kamar mandi, Fanny yang duduk di ujung
bathtub terpaku bingung melihat aku yang sedang berlutut sambil
menghisap penis Vito yang duduk di toilet.
“Mami makan apaan tuh?” tanyanya polos.
“Mami makan apaan tuh?” tanyanya polos.
“Mami lagi maem permennya Om vito sayang…” jawabku tanpa menoleh ke Fanny, “kan Fanny sering ngeliat… masa belum tahu juga?”
“Iya, Fanny tahu… terus nanti dimasukkin ke memeknya mami kan?”
Vito terkejut mendengar omongan Fanny, “Kok Fanny tahu memek? Tahu darimana?”
“Aku yang ngasih tahu…” sahutku.
“Oo…!”
“Terus…” lanjut Fanny, “mami juga maem permennya papi?”
“Pernah sih… tapi sekarang mami males! Habisnya, permennya papi kecil. Kalo’ punya Om Vito… bbeesssaaarrr….. bangeettt! Fanny mau pegang gak?”
“Boleh Fanny pegang nggak Om?” tanya Fanny ke Vito.
“Boleh… sini!” jawab Vito.
Aku hanya tertawa saja melihat ulah Fanny dan Vito. Akhirnya, setelah selesai mandi, kami bertiga bugil seharian itu.
“Iya, Fanny tahu… terus nanti dimasukkin ke memeknya mami kan?”
Vito terkejut mendengar omongan Fanny, “Kok Fanny tahu memek? Tahu darimana?”
“Aku yang ngasih tahu…” sahutku.
“Oo…!”
“Terus…” lanjut Fanny, “mami juga maem permennya papi?”
“Pernah sih… tapi sekarang mami males! Habisnya, permennya papi kecil. Kalo’ punya Om Vito… bbeesssaaarrr….. bangeettt! Fanny mau pegang gak?”
“Boleh Fanny pegang nggak Om?” tanya Fanny ke Vito.
“Boleh… sini!” jawab Vito.
Aku hanya tertawa saja melihat ulah Fanny dan Vito. Akhirnya, setelah selesai mandi, kami bertiga bugil seharian itu.
Setelah itu, kami bertiga duduk-duduk di
ruang Tv. Aku dan Vito senderan dengan santai di sofa. Aku iseng-iseng
ngocokin batangan Vito, sementara dia sedang berbicara dengan istrinya
di hp, sambil sesekali mencium bibirku dan meremas toketku. Aku
merasakan cairan pelumasku keluar, ketika Vito menutup hp-nya. Tanpa
banyak bicara, aku langsung berputar dan duduk di paha Vito sambil
mengangkang. Vito yang langsung memahami nitaku, segera menggenggam
batangannya dan mengarahkannya langsung ke vaginaku yang kian melebar.
Lama sekali kami mengolah kenikmatan kami dengan gaya itu.
Tusukan-tusukan Vito semakin cepat ketika aku mengerang dan bergetar
dengan hebat. Aku orgasme! Setelah itu, Vito membaringkan aku terlentang
di lantai yang hanya beralaskan karpet. Sambil setengah membungkuk,
Vito berusaha mengejar orgasmenya sendiri. Benar saja… tak lama
kemudian, vaginaku kembali dibanjiri cairan kental dan hangat milik
Bapak Vito. Tidak itu saja, sisa sperma yang masih ada di zakarnya di
semprotkan di payudaraku, dan dibalurkan di bibirku.
Kami berbaring bersebelahan. Sama-sama merasakan kenikmatan yang kami dapat. Aku menggoda Fanny dengan menorehkan peju Vito yang ada di toketku dan menempelkannya di hidung Fanny.
“Iih… mami… apaan sih itu? Kok lengket?” kata Fanny sambil mengelap hidungnya sendiri.
“Itu namanya sperma… tapi mami, nyebutnya peju! Enak deh Fan, kamu lihat mami njilatin itu kan?”
“Rasanya apaan sih mi?” tanya Fanny. Lalu aku menorehkan sisa sperma itu ke bibir Fanny yang langsung meringis, “Iih… asin!” katanya.
Vito dan aku tertawa terbahak-bahak melihat ulah Fanny.
Kami berbaring bersebelahan. Sama-sama merasakan kenikmatan yang kami dapat. Aku menggoda Fanny dengan menorehkan peju Vito yang ada di toketku dan menempelkannya di hidung Fanny.
“Iih… mami… apaan sih itu? Kok lengket?” kata Fanny sambil mengelap hidungnya sendiri.
“Itu namanya sperma… tapi mami, nyebutnya peju! Enak deh Fan, kamu lihat mami njilatin itu kan?”
“Rasanya apaan sih mi?” tanya Fanny. Lalu aku menorehkan sisa sperma itu ke bibir Fanny yang langsung meringis, “Iih… asin!” katanya.
Vito dan aku tertawa terbahak-bahak melihat ulah Fanny.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar